Oleh: Steve Gerardo Christoffel Gaspersz
(Dosen pada Fakultas Teologi dan Program Pascasarjana Teologi, Universitas Kristen Indonesia Maluku, Ambon)
Studi ini adalah upaya untuk memahami dinamika agama dan budaya dalam komunitas-komunitas lokal di Pulau Ambon. Dengan menggunakan kerangka kerja antropologi politik, analisis difokuskan pada tiga komunitas lokal: Rumahtiga (Kristen), Wakal dan Hitumesing (Muslim). Tujuannya untuk menemukan “modal budaya” ketiga komunitas tersebut dalam mengelola kehidupan sosial yang harmoni di tengah masyarakat yang plural serta dalam menjaga keseimbangan hubungan antarkelompok yang beraneka ragam melalui negosiasi identitas dalam konteks historis, politis, keagamaan dan kebudayaan Maluku dan Indonesia.
Ilmuwan sosial Perancis, Pierre Bourdieu, melalui “teori praktis”-nya membentangkan sebuah perspektif untuk menelisik bagaimana makna-makna historis, sosiologis, budaya dan politis saling terjalin dalam berbagai ekspresi sosial keseharian melalui bahasa, struktur tradisi lokal, relasi antaragama serta penampilan simbolis melalui adat dan ritual adat (Islam dan Kekristenan). Konsep habitus Bourdieu digunakan untuk menjembatani keretakan epistemologis yang menandai analisis sosiologis yang kerap terperangkap dalam dikotomi “objektif” (struktural) dan “subjektif” (aktor). Kedua matra itu ditempatkan bersama-sama dengan proses “struktur yang dibentuk” dan “struktur yang membentuk” yang menggerakkan dinamika sosial dan historis dari masyarakat.
Muara dari riset (dan penulisan) ini pada akhirnya hendak menggambarkan bahwa strategi pembangunan komunitas lokal, dalam arti luas dan fundamental, dapat diterapkan dengan memahami pandangan dunia komunitas lokal sebagai manifestasi kesadaran historis dan budaya, yang dibentuk melalui pengalaman kehidupan yang panjang dan dinamis. Studi ini menawarkan sebuah perspektif tentang strategi kebudayaan untuk pembangunan masyarakat majemuk agar harmoni, imbang, dan saling menghormati. Tulisan ini berargumen, nilai-nilai intrinsik dari tradisi lokal sebagai fondasi untuk menyerap perubahan sosial yang sejalan dengan kearifan lokal adalah modal sosial dan modal budaya masyarakat Leihitu dalam membangun relasi harmoni dan damai antarkelompok masyarakat yang berbeda agama.