Oleh Muhammad Safii
Mahasiswa pascasarjana jurusan Interdisciplinary Islamic Studies, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, serta peminat studi naskah-naskah kuno. Ia kini sedang merampungkan penerjemahan Serat Madurasa milik Museum Sanabudaya. Email: gussyafii088@gmail.com
Serat Paramayoga adalah yasan (karya) dari pujangga kenamaan Keraton Surakarta Adiningrat. Dalam karya tersebut terdapat sinkretisme ajaran antara Hindu-Jawa dan Islam. Persoalan sinkretisme menjadi menarik karena sinkretisme tampaknya merupakan fenomena yang umum terjadi ketika dua sistem keyakinan atau lebih saling bertemu. Misalnya pertemuan antara Hindu di India dan Islam yang kemudian melahirkan religiusitas baru yang bernama “agama Jawi” (Islam bernafaskan Jawa atau sebaliknya). Dengan adanya proses sinkretis maka apa yang terkandung di dalam sebuah sistem prinsip baru tidak hanya terkandung sistem prinsip asli agama yang bersangkutan tetapi juga sistem prinsip dari unsur lain. Sinkretis secara umum adalah proses ataupun hasil dari pengolahan, penyatuan, pengkombinasian, dan penyelarasan dua atau lebih sistem prinsip yang berlainan atau berlawanan sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu sistem prinsip baru yang berbeda dengan sistem-sistem prinsip sebelumnya. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggali motivasi Ranggawarsita III dalam menulis Serat Paramayoga serta mengungkap pola keagamaan pada waktu naskah tersebut ditulis.