Oleh: Anom B Prasetyo (Associate Director di Institute of History and Strategic Studies (INHiS))

Tulisan ini mengulas Mandala Dwipantara, sebuah gagasan persatuan Nusantara besutan Raja Singasari terakhir, Sri Kertanagara. Sebagai respons atas perkembangan geopolitik internasional, dengan menguatnya pengaruh imperium Tiongkok di Asia Tenggara, ide ini sempat kandas menyusul runtuhnya Singasari akibat serbuan Kerajaan Daha pimpinan Prabu Jayakatwang. Gagasan ini kembali berkibar pada kurun Majapahit, melalui Sumpah Palapa, di tangan Mahapatih Gajah Mada. Sumpah Palapa diakui menandai babak baru penyatuan Nusantara di bawah panji-panji Majapahit, meski terdapat pola, strategi, dan pendekatan berbeda—untuk tidak menyebutnya bertentangan—dengan perwujudan visi Mandala Dwipantara pada kurun Singasari. Tulisan ini berpendapat, sekalipun Mandala Dwipantara adalah gagasan Kertanagara, tetapi baru berhasil gemilang di tangan Gajah Mada. Gagasan Mandala Dwipantara mandek setelah Kertanagara lengser akibat kudeta Prabu Jayakatwang. Sumpah Palapa juga mandek menyusul mangkatnya Gajah Mada (1364 M) dan Rajasanagara alias Hayamwuruk (1389 M). Kelak, ide ini kembali terlihat, saat benih NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) mulai muncul pada 28 Oktober 1928.  Unduh Full-Pdf

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini