Oleh: Kukuh Sudarmanto (alumnus Magister Manajemen Undip Semarang dan pemerhati masalah sosial)
Diperkirakan perkirakan sekitar tahun 1600-an sorang tokoh muslim bernama Soen Koen Ing yang berasal dari etnis China menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Dalam perjalanan ibadahnya tersebut ia mampir di Kota Semarang, dan menetap di Argorejo, yang kini masuk wilayah Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat.
Saat itu, daerah tersebut merupakan daerah perbukitan yang asri dan jauh dari kebisingan. Karena merasa nyaman di Argorejo, Soen Koen Ing tinggal di daerah tersebut sampai akhir hayatnya. Jazadnya oleh masyarakat sekitar dikubur di tempat pemakaman umum sebelah timur-utara (timur laut) Argorejo, Kelurahan Kalibanteng Kulon. Oleh para pengikut dan pengagumnya makam Soen Koen Ing ditata dan dirawat dengan baik, karena banyak dari pengagum ajarannya datang berziarah ke makam itu.
Sampai saat ini keberadaan makam Soen Koen Ing masih terawat dengan baik. Makam itu makin lama makin dikenal oleh masyarakat luas Kota Semarang, bahkan kepopuleran Soen Koen Ing sebagai penyebar agama Islam meluas sampai keluar Ibu Kota Jateng, di kota-kota besar laindi Pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan, serta sampai keluar negeri seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia.
Beberapa peziarah yang datang dan sempat saya temui mengaku tahu keberadaan makam Soen Koen Ing dari saudaranya yang pernah berkunjung ke tempat itu. Makam Soen Koen Ing yang mereka kenal saat ini sudah berganti nama menjadi makam Sunan Kuning (SK). Itu berawal dari kesulitan lidah Jawa yang harus melafalkan Soen Koen Ing. Mereka membuat nama tersendiri agar mudah diucapkan dengan menyebutnya sebagai SK.
Resosialisasi PSK
Awalnya tidak ada masalah dengan nama SK. Kepopulerannya sebagai salah seorang penyebar agama Islam tetap terpelihara dan menjangkau ke segala penjuru dunia, sampai akhirnya melekat konotasi negatif bila berkunjung ke daerah tersebut, yaitu dimulai 1963.
Pada saat itu, lokalisasi pekerja seks sosial (PSK) yang ada di daerah Karang Kembang, Semarang Tengah, dipindah pemerintah ke Argorejo, Kalibanteng Kulon. Mulanya hanya ada beberapa rumah bordil, dan itu pun cukup jauh dari makam. Namun dalam perkembangan selanjutnya, lokalisasi PSK itu makin meluas, mencakup wilayah hampir 10-an hektare, mendekati makam SK.
Maka nama lokalisasi Argorejo pun kemudian lebih dikenal masyarakat penikmat PSK sebagai lokalisasi SK. Sejak saat itulah, bila orang berkunjung ke makam SK agak sungkan, karena takut dikira mau “melepas hajat” dengan PSK yang ada di sekitarnya.
Kini peziarah kebanyakan berasal dari luar daerah, baik penduduk asli Indonesia maupun warga keturunan China. Makam SK pun kini sudah direnovasi dengan gaya arsitektur China. Tujuan orang yang berziarah ke makam itu bermacam-macam. Ada yang sekadar ingin tahu dan mendoakan Soen Koen Ing, tetapi ada juga yang minta pelarisan dagangan, kesuksesan usaha, bahkan jabatan tertentu di tempat kerjanya.
Biasanya, para peziarah datang ke makam Soen Koen Ing pada Kamis malam Jumat, terutama malam Jumat Kliwon, dan Senin malam Selasa Kliwon, atau tradisi nyadran pada bulan Asyura.
Yang datang ke makam tersebut kini memang tidak seramai dulu. Itu disebabkan oleh karena; pertama, berkaitan dengan lokalisasi PSK yang ada di sebelah makam. Kedua, dengan renovasi bergaya arsitektur China membuat masyarakat —Jawa khususnya— merasa sungkan dan takut dikira mendatangi makam tokoh penyebar agama selain Islam.
Lebih-lebih pernak-pernik peribadatan etnik China juga mulai melengkapi isi kompleks makam, sehingga berkesan makam Soen Koen Ing bukan makam seorang tokoh muslim lagi.
Kondisi seperti itu membuat peziarah muslim takut tercampur kaidah keislamannya, mengingat pernak-pernik tersebut kurang selaras dengan kaidah Islam. Bagi mereka, makam Soen Koen Ing kini sudah tidak mecerminkan makam seorang tokoh Islam lagi.
Solusi
Mengingat kurangnya tempat wisata di Kota Semarang, tidak ada salahnya jika makam Soen Koen Ing dijadikan salah satu tujuan wisata religi di Ibu Kota Jateng.
Untuk itu, harus ada upaya konkret dari pihak pengelola makam atau instansi terkait untuk mempromosikan makam tersebut lewat media massa cetak maupun elektronik. Selain itu , kerja sama dengan pengelola beberapa tempat wisata religi lainnya juga perlu digalang. Dengan demikian, kedatangan wisatawan ke tempat wisata religi lainnya itu menjadi satu paket dengan makam Soen Koen Ing.
Selain itu, upaya mengeksploitasi lokalisasi PSK dapat pula dikaitkan dengan keberadaan makam Soen Koen Ing. Misalnya, menyebar pamflet keberadaan makam Soen Koen Ing lewat para “tamu” yang datang di lokalisasi SK. Siapa tahu di antara “penikmat” PSK tersebut berasal dari luar kota atau Iuar negeri, sehingga mereka pun tertarik untuk mengunjungi makam Soen Koen Ing.
Dengan demikian, selain “kenikmatan”, mereka juga dapat memperoleh pengetahuan tentang makam Soen Koen Ing. Ziarah ke makam atau ingin kenikmatan seks dari wanita-wanita penghibur, silakan pilih. Asyik, kan?
Keterangan: Artikel ini semula diterbitkan di Suara Merdeka, 17 Februari 2009. Sumber: http://www.suaramerdeka.com/