Beranda Publikasi Kolom Tradisi Merantau dan Festival Rakik-Rakik di Maninjau

Tradisi Merantau dan Festival Rakik-Rakik di Maninjau

241
0
Ilustrasi Tradisi Merantau dan Festival Rakik-Rakik di Maninjau (Sumber gambar: NEOM @pexles.com)

Dendi Azani Pratama (Mahasiswa Sastra Minangkabau Universitas Andalas)

Merantau dalam tradisi Minangkabau dipercaya timbul karena adanya sistem matrilineal. Sistem ini membuat lelaki Minang hanya mendapatkan sedikit bagian atau tidak sama sekali harta pusaka atau warisan dari keluarganya. Selain itu, orang Minang juga punya pandangan bahwa merantau adalah sarana untuk belajar lebih banyak hal. Pengalaman atau ilmu yang didapatkan dari perantauan diharapkan membuat seseorang menjadi lebih berguna dalam masyarakat ketika kembali ke kampung halaman.

Etnis Minangkabau dikenal sebagai salah etnis yang suka merantau. Secara historis tradisi merantau sudah mulai dilakukan sebelum datangnya kolonialisme di Minangkabau. Saat itu, merantau dilakukan dengan alasan kurangnya lahan garapan di wilayah darek. Bagi mereka yang tidak memiliki lahan garapan terpaksa mereka mencari lahan atau wilayah baru yang dekat dengan wilayah asalnya. Makanya tradisi merantau bisa identik dengan takkk karena dilaksanakan pada hari raya idul fitri.

Migrasi juga merupakan sebuah tradisi yang tidak hanya dipakai oleh masyarakat Minangkabau saja melainkan seluruh masyarakat Indonesia juga memakai tradisi migrasi. Satu hal yang paling mencolok adalah masyarakat Minangkabau yang banyak melakukan migrasi dari daerah asalnya ke daerah lain.

Banyak dijumpai orang Minangkabau di setiap daerah. Hampir di tiap daerah di Indonesia dijumpai masyarakat Minangkabau. Tradisi merantau yang berkembang pesat dalam budaya yang sudah mengakar oleh masyarakat Minangkabau.

Merantau di Minangkabau merupakan sebuah kebudayaan n yang turun temurun dari zaman nenek moyang orang Minangkabau terdahulu. Kebudayaan merupakan keseluruhan suatu sistem gagasan, tindakan, serta hasil karya manusia dalam kehidupan Budaya merantau tidak pernah luntur. Setiap tahun ada saja orang dari Minangkabau yang pergi merantau ke negeri orang lain. Budaya merantau juga sudah mengakar atau tumbuh dalam masyarakat Minangkabau itu sendiri dan juga diwariskan dari satu generasi ke generasi lain.

Rakik, atau biasa disebut dengan rakit, ialah kendaraan apung yang dibuat dari beberapa buluh yang diikat berjajar untuk mengangkut barang atau orang di air. Namun rakik kali ini tidak seperti rakik pada umumnya, kali ini lebih istimewa, karena dihiasi puluhan lampu togok yang disusun berjajar secara bertingkat melingkari rakik dengan menyisakan sebagian badan dari rakik untuk tempat pemain tambua tansa menabuh ria.

Rakik rakik adalah kendaraan apung yang terbuat dari bambu dengan bentuk yang beragam seperti ornamen rumah adat Minangkabau, masjid, jam gadang, dan lain sebagainya. Festival rakik rakik biasa dilakukan oleh masyakat di Nagari Maninjau Ketika hendak menyambut hari raya idul fitri. Kegiatan ini sudah menjadi tradisi oleh masyarakat sekitar ketika lebaran datang guna menjalin silaturahmi dengan kerabat dan saudara yang pulang dari perantauan.Kegiatan ini diikuti oleh seluruh jorong yang ada di Nagari Maninjau, yaitu Jorong Kukuban, Jorong Gasang, Jorong Pasar Maninjau, dan Jorong Kubu Baru. Tiap-tiap jorong menampilkan rakik rakik dengan kreasinya masing-masing.

Jorong Kukuban menampilkan rakik bermotif masjid, Jorong Gasang dengan motif Masjid Raya Sumatera Barat, Jorong Pasar Maninjau bermotif kombinasi masjid dan rumah adat, Jorong Kubu baru bermotif kombinasi rumah adat, carano, talam, dan gonjong rumah adat, serta Jorong Bancah rmenampilkan rakik dengan motif Masjid Raya Sumatera Barat. Motif untuk rakik rakik tersebut tidak ditentukan oleh panitia kegiatan, melainkan dibebaskan kepada tiap-tiap jorong agar dapat menampilkan kreatifitas mereka.

Banyak cara yang dilaksanakan masyarakat untuk menyambut hari kemenangan, Idul Fitri, seperti berkumpul bersama sanak saudara, takbiran, melakukan kegiatan hiburan, dan lain sebagainya. Berbeda dengan yang dilaksanakan oleh masyarakat Salingka, danau Maninjau, Sumatera Barat, yakni tradisi Festival rakik. Atas nama masing-masing jorong, ditampilkan lah rakik (kendaraan apung dari bambu) dengan bentuk yang beragam dari bentuk rumah adat minangkabau, masjid, dan ada juga yang berbentuk seperti Jam Gadang. Rakik-rakik ini pun dihiasi lampu nan megah sehingga memancarkan keindahan dan cahaya indah bagi danau Maninjau. Yang menjadi puncak prosesi dari festival rakik ini yaitu saat sejumlah rakik bertemu dan mereka saling adu kebolehan dengan menunjukkan rakik yang mereka banggakan.

Selain lampu yang berkilap, dari atas rakik-rakik tersebut saling bersautan dentuman meriam bambu dan lantunan tambua tansa (gendang khas Minangkabau) yang menambah kemeriahan festival rakik ini. Menilik jauh mengenai festival ini, pembuatan rakik dan persiapan acara ini dilaksanakan oleh para pemuda di sekitar danau Maninjau, tujuannya bukan hanya sekedar menjalankan tradisi, namun membangun solidaritas antar pemuda di sekitar danau Maninjau ini. Hal ini pun dilaksanakan untuk menyambut para perantau yang baru saja pulang ke kampung halaman, namun juga mencerminkan pengenalan budaya atau ornamen khas sumbar.

Sumber tulisan:

OPINI : Tradisi Merantau dan Festival Rakik-Rakik di Maninjau

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini