Beranda Publikasi Kolom Ritual Tallu Rara di Mamasa, Sulawesi Barat

Ritual Tallu Rara di Mamasa, Sulawesi Barat

908
0
Mamasa di lereng gunung Mambulilling (Dok. Pribadi)

Restifani Cahyami (Alumni IAKN Toraja)

Masyarakat dan ritual merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan khususnya sebagai masyarakat beragama dan berbudaya. Ritual sendiri dapat dipahami sebagai bentuk upacara maupun perayaan yang berkaitan dengan kepercayaan dengan sifat-sifat tertentu yang menghasilkan rasa hormat yang tulus sehingga melahirkan sebuah pengalaman yang suci (Salindri dan Handayani, 2022). Hal ini kemudian dipahami secara sederhana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai tata cara dalam upacara keagamaan.

Ritual banyak ditemukan dalam praktik hidup masyarakat secara khusus dalam kehidupan masyarakat yang beragama lokal. Berbagai jenis praktik ritual tersebut kemudian menjadi kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Bahkan, tidak jarang Indonesia dikenal oleh dunia oleh karena kekayaan ritual masyarakatnya yang mengundang rasa penasaran serta ketertarikan para wisatawan maupun pemerhati budaya.

Sebagai bagian dari masyarakat beragama, masyarakat Mamasa dalam kepercayaan nenek moyang yang disebut aluk todolo (aluk artinya agama atau kepercayaan; todolo artinya nenek moyang atau orang terdahulu) juga menghidupi berbagai macam ritual keagamaan yang dipercaya dapat membawa keselamatan atau hal baik bagi pemeluknya menjadi jalan berkat, kekayaan, umur panjang dan lain sebagainya.

Mamasa merupakan salah satu wilayah pegunungan yang masuk dalam Provinsi Sulawesi Barat. Salah satu ritual yang dimaksudkan dihidupi oleh masyarakatnya ialah tallu rara.

Secara etimologi, tallu rara berarti tiga darah (tallu artinya tiga dan rara artinya darah). Ritual ini merupakan salah satu ritual masyarakat Mamasa khususnya yang beragama aluk todolo yang biasanya dilakukan dalam kegiatan-kegiatan tertentu secara khusus ketika hendak membuka atau meresmikan perkampungan yang dalam bahasa setempat disebut dengan marraruk tondok.

Selain itu, tallu rara juga biasanya dilakukan ketika hendak membuat sawah baru, irigasi baru, bahkan ketika hendak membangun suatu rumah atau bangunan (Yesaya, 2023).Berdasarkan pada pemahaman secara etimologi tersebut, maka hal menarik dari ritual ini ialah penggunaan tiga jenis darah binatang yaitu anjing, babi dan ayam. Penggunaan darah dalam melaksanakan ritual bagi pemeluk agama aluk todolo tentu memiliki alasan.

Alasan yang dimaksudkan ialah karena masyarakat pemeluk agama aluk todolo di Mamasa meyakini bahwa Tuhan yang mereka sembah atau yang disebut dewata merupakan Tuhan yang hanya dapat didekati melalui upacara-upacara persembahan termasuk melalui tallu rara.

Selanjutnya bahwa masyarakat meyakini bahwa pemotongan hewan yang disebut tunuan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari doa atau permohonan kepada dewata. Tuhan atau dewata akan berkenan terhadap doa yang dinaikkan oleh umat yang disertai dengan tunuan dan sebaliknya bahwa doa tanpa tunuan merupakan kehampaan.

Terkait dengan hal tersebut, maka hewan dalam upacara atau ritual keagamaan aluk todolo akan dimammangngi atau mengucapkan kata-kata doa sebelum disembelih (Buijs, 2017). Masyarakat meyakini bahwa dewata akan menanyakan kepada roh hewan tersebut mengenai alasan manusia memotong lehernya ataupun menekamnya sampai mati. Roh hewan tersebut akan menyampaikan maksud dari kata-kata doa yang diucapkan.

Oleh karena itu, pentingnya tunuan dalam ritual aluk todolo ialah sebagai pengantar doa di mana doa yang disertai dengan pemotongan hewan akan membuat dewata dapat mengerti maksud dan tujuan dari doa atau persembahan yang dinaikkan.

Membicarakan mengenai tunuan tersebut, maka pelaksanaan ritual tunuan tallu rara dalam kehidupan masyarakat Mamasa menyatakan beberapa tujuan.

Pertama, dimaksudkan untuk peralihan fungsi misalnya ketika hendak membuka perkampungan, maka tallu rara dimaksudkan untuk menyatakan peralihan fungsi dari persawahan menjadi pemukiman.

Kedua, tallu rara dimaksudkan untuk menciptakan keselamatan atau damai sejahtera bagi manusia yang akan menduduki tempat tertentu yang akan ditallu rara.

Ketiga, merupakan perwakilan perasaan nenek moyang dalam menyatakan sukacita dalam menjalani kehidupan atas peristiwa yang terjadi ataupun dialami (Silomba, 2023).

Artinya bahwa tallu rara dalam tujuannya secara keseluruhan ialah untuk memohon damai sejahtera (kamasakkean) atau keselamatan dari dewata sebagai pencipta, pemilik dan pengendali dari kehidupan manusia.

Oleh karena tujuan atau dampak yang dirasakan oleh masyarakat dari tunuan sangatlah berharga, maka masyarakat yang memberikan persembahan pun harus membayar harga yang mahal pula. Tiga jenis binatang yang dipersembahkan dalam ritual tersebut mewakilkan harga yang harus dibayar. Ketiga binatang itu adalah binatang yang paling dekat dengan manusia dan mayoritas masyarakat Mamasa memiliki kedekatan dengan binatang tersebut sehingga sangat disayangi.

Bukti bahwa ketiga binatang tersebut dekat dan disayangi oleh masyarakat Mamasa ialah ketiga hewan tersebut diberi makanan yang hampir sama dengan manusia yaitu nasi. Kerelaan masyarakat mempersembahkan binatang yang dekat dan disayangi tersebut memperlihatkan bahwa dalam tunuan yang diberikan mengandung unsur pengorbanan.

Selain itu, karena ketiga binatang tersebut banyak dipelihara oleh masyarakat baik masyarakat miskin maupun yang berstatus sosial tinggi, maka ada nilai kasih di dalamnya yaitu memudahkan masyarakat mendekati dewata termasuk oleh masyarakat miskin.

Beberapa langkah yang akan dilakukan ketika pelaksanaan tunuan tallu rara ialah pertama, satu hari sebelum pelaksanaan tallu rara, masyarakat yang akan melakukan tunuan tallu rara akan dikumpulkan untuk diberikan nasihat oleh tokoh adat (tomatua tondok) mengenai nilai dan makna tallu rara sehingga ritual tersebut tidak dimaknai dalam pemaknaan yang salah.

Kedua atau di hari berikutnya, binatang tallu rara akan disembelih dan darahnya akan dicampurkan untuk diletakkan dalam suatu wadah tertutup yang disimpan sebagai prasasti yang menunjukkan bahwa tempat tersebut telah ditallu rara. Ketiga, masyarakat akan kembali dikumpulkan untuk kembali diberikan nasihat sehingga menghidupi makna tallu rara dengan cara hidup saling mengasihi. Terakhir, binatang yang telah disembelih akan diolah dan dimakan bersama (Dessiande, 2023).

Ketika melihat langkah-langkah dari pelaksanaan tunuan tallu rara ini, maka dapat pula dikatakan bahwa sejatinya tallu rara bukan hanya sekedar untuk menunjukkan ketaatan atau menjaga hubungan bersama dengan dewata, tetapi juga mengandung nilai kebersamaan, kasih, serta kesatuan anggota masyarakat.

Pelaksanaan tunuan tallu rara oleh masyarakat Mamasa tersebut sebagai warisan dari nenek moyang yang dirasakan manfaatnya terus terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat meyakini bahwa dengan melakukan warisan dari nenek moyang, maka diyakini akan memberikan berkat tersendiri dalam kehidupan mereka.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya beberapa agama di Mamasa seperti agama Kristen, maka ritual-ritual tersebut dikemas secara kontekstual oleh masyarakat sebagai upaya menghidupi iman Kristen tanpa menghilangkan warisan leluhur mereka.

Berdasarkan pada pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan tradisi dan ritual masyarakatnya seperti yang terlihat dalam kehidupan masyarakat Mamasa yang disebut dengan ritual tunuan tallu rara. Ritual ini terus terpelihara dalam kehidupan masyarakat meskipun masyarakat hidup di tengah perkembangan zaman.

Dampak baik yang telah dirasakan oleh masyarakat selama ini menjadi faktor penting mengapa ritual ini terus menerus dipertahankan. Namun, terlepas dari hal tersebut, ritual ini mengandung banyak nilai yang memperkaya kehidupan kepercayaan masyarakat maupun kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, kiranya ritual seperti ini terus terpelihara dan menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia.

Referensi

Buijs, Kees. Agama Pribadi dan Magi di Mamasa, Sulawesi Barat: Mencari Kuasa Berkat dari Dunia Dewa-Dewa. Makasar: Ininnawa, 2017.

Dewi Salindri dan Sri Ana Handayani. Hidupnya Ritual Undhuh-Undhuh Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan Jember. Sulawesi Tengah: CV. Feniks Muda Sejahtera, 2022.

Informan: Dessiande, Silomba, dan Yesaya

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini