Oleh: Moh. Mardi (Mahasiswa Doktor UIN KHAS Jember)
Salah satu ulama besar yang berperan penting dalam mensyiarkan agama Islam di Indonesia adalah Syaikhona Muhammad Kholil. Beliau yang dilahirkan pada tanggal 9 shafar 1252 H. bertepatan dengan tanggal 25 Mei 1835 M. di salah satu desa di Kabupaten Bangkalan Madura merupakan ulama besar yang banyak mencetak para pahlawan dan pejuang di Indonesia khususnya di pulau jawa.
Peran penting Syaikhona Muhammad Kholil dalam membumikan Islam di Indonesia menggunakan dua pendekatan sebagai berikut:
Pertama, melalui jalan tasawuf. Peran Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan di kalangan pesantren memang tak diragukan lagi. Beliau bisa membumikan ajaran tasawuf sebagai suatu strategi dan pendekatan dalam menyebarkan Islam di Indonesia. Syaikhona Muhammad Kholil merupakan sufisme Indonesia yang terus menerus menyebarkan intelektual kultur pesantren yang berlandaskan Ahlussunnah wal Jamaah dengan karakter Indonesia, karena memang beliau penganut setia Ahlussunah wal Jamaah yang berpegang teguh pada al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas sebagai pedoman dalam melaksanakan ritual keagamaan.
Peran Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan sebagai hamba sufi dalam menyebarkan praktik tasawwuf di kehidupan masyarakat dan pesantren merupakan bukti nyata akan pentingnya pengamalan ajaran Islam yang sesuai dengan dasar dasar Islam yang murni. Di dalam menyebarkan Islam di Indonesia ini, Syaikhona Muhammad Kholil, mengajarkan tasawuf ala Ahlussunnah wal Jamaah yaitu tasawuf yang berlandaskan pada al-Quran dan as-Sunnah sebagai rujukan utama dalam menjalankan praktik ahwal wa mawamat, ciri khas tasawuf sunni atau bisa dikatakan tasawuf nusantara yang sangat melekat dalam tradisi Islam Indonesia dan juga sebagai landasan utama dalam membersihkan jiwa (tazkia an-nufus) dari perbuatan tercela.
Selanjutnya model dan ciri khas tasawuf yang diamalkan oleh Walisongo dan dilanjutkan oleh Syaikhona Muhammad Kholil di Indonesia ini semakin menampakkan perkembangannya seiring dengan tidak sedikitnya umat Islam yang mau mempelajari dan mendalami dunia tasawuf. Atas dasar ini proses penyebaran Islam yang bercorak nusantara yang diperankan oleh Syaikhona Muhammad Kholil lebih sering menjalankan praktik keagamaan yang bersifat fili (perbuatan), dari pada qauly (perkataannya).
Mulai sejak itu, perkembangan tasawuf yang bercirikan Ahlussunnah wal Jamaah semakin mewarnai kehidupan masyarakat. Ditambah lagi budaya dan tradisi intelektual pesantren yang sangat mendukung penuh atas pengembangan dan penerapan tasawuf yang berciri khas Ahlussunnah wal Jamaah dengan mengedepankan nilai-nilai kesufian yang membumi di kalangan kaum santri.
Kedua, melalui jalan fiqih sufistik yang mengintegrasikan antara fiqih dan tarekat. Peran Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan utamanya di kawasan pesantren memang sangat masyhur dan tidak diragukan lagi hingga saat ini. Beberapa peninggalan dan warisan-warisan monumental yang ditorehkan oleh Syaikhona Muhammad Kholil bagi Indonesia ini khususnya di dunia pesantren tidak akan pupus ditelan masa, karena Syaikhona Muhammad Kholil merupakan ulama asal Madura yang menjadi panutan, maha guru dan menjadi gen lahirnya kader-kader ulama Indonesia terbaik yang kemudian kader-kader itu menjadi pimpinan-pimpinan pondok pesantren se- Indonesia.
Sosok figur Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan bisa disebut mahaguru dan ikon perkembangan pesantren di Tanah Jawa dan Madura. Hal ini bisa dibuktikan dengan menjamurnya para santri dan murid-murid beliau yang menjadi pengasuh pesantren dan tokoh penting termasuk juga berdirinya organisasi terbesar Islam di Indonesia (NU), yang mayoritas dirintis oleh santri-santri beliau. Peran besar Syaikhona Muhammad Kholil dalam merintis dan melestarikan pesantren merupakan bukti konkrit akan keterlibatannya dalam menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Kontribusi yang dilakukan oleh Syaikhona Muhammad Kholil melalui jalur pendidikan pesantren, utamanya keberhasilannya dalam mencetak kader ulama besar yang berkualitas, ini menunjukkan bahwa Syaikhona Muhammad Kholil merupakan ulama yang istiqomah dalam menyuburkan tasawuf Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi pijakan dunia pesantren sehingga tetap berada di jalur bingkai syariat, tarikat, hakikat dan makrifat.
Prinsip yang dipegang oleh Syaikhona Muhammad Kholil terhadap penerapan antara dua sisi yaitu bertasawuf dan berfiqih menunjukkan bahwa cara berfikirnya beliau itu moderat (tengah-tengah). Bukti nyata kemoderatan Syaikhona Muhammad Kholil dalam kehidupan sehari-harinya sama sekali tidak pernah melakukan judgment (penghakiman) terhadap orang yang menjalankan praktik tasawuf dan fiqih dengan catatan tidak terlalu menyimpang dengan al-Quran dan as-Sunnah. Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan selalu mengajarkan kepada para santrinya untuk selalu bertamssuk (berpegangan) pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah sebagai kerangka konsep berfikir dalam menghadapi suatu permasalahan umat.
Syaikhona Muhammad Kholil juga mengajarkan nilai-nilai sosial di tengah masyarakat dan pesantren sebagai pemantapan akidah keyakinan (akidah) agar tidak terjerumus terhadap keyakinan yang salah dalam menghadapi tantangan hidup di masyarakat. Sebagai penganut Ahlussunnah wal Jamaah, beliau juga selalu mengacu pada kitab-kitab bermadzhab Syafiiyah dalam memutuskan sebuah hukum atau permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Dengan mengembangkan pengertian Ahlussunnah wal Jamaah ini, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dan ulama NU lainnya, menempatkan kalam, fiqih, dan tasawuf sebagai disiplin keilmuan yang saling mendukung satu sama lain.
Dalam dunia pesantren, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dikenal sebagai ulama yang mengembangkan ajaran fiqih sufistik. Sebagai salah satu karakteristik pesantren untuk menjawab segala permasalahan umat. Fiqih sufistik mencerminkan sebuah model baru dalam menjelaskan permasalahan umat yang tidak hanya dipandang dari segi halal-haramnya, melainkan harus lebih memahami hikmah dibalik terjadinya peristiwa yang menimpa kehidupan manusia.
Dalam dunia sufistik, pengalaman keagamaan merupakan sebuah petualangan atau pencarian yang bersifat esoteris, sementara nuansa fikih adalah penerapan sebuah hukum yang bersifat eksoteris. Meskipun keduanya berbeda dari segi metode dan pendekatan, namun sesungguhnya memiliki relevansi yang signifikan dalam mendorong umat Islam untuk tidak terjebak dengan sikap ekstrimis. Tradisi intelektual-spiritual yang melekat dalam diri Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan harus diakui banyak dipengaruhi dengan pergumulannya dengan dunia pesantren.
Meskipun Syaikhona Muhammad Kholil sangat memegang teguh ketentuan syariat yang terdapat dalam fiqih, namun beliau sama sekali tidak lantas menghujat dunia tarekat sebagai ancaman bagi kaum syariat. Justru, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan memiliki pandangan yang sangat moderat dalam menyikapi permasalahan yang pernah terjadi antara kaum syariat dengan kaum sufi.
Gagasan Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dalam mengkompromikan ilmu fiqih dan tarekat merupakan sebuah terobosan yang luar biasa yang mencerminkan sikap moderat dalam menyikapi dua disiplin ilmu yang pernah terjadi resistensi. Beliau melarang kepada murid-muridnya untuk tidak terjebak dengan praktik keagamaan yang terlalu ekstrim, baik lahir maupun batin. Sikap berlebihan terhadap fiqih tidak akan menyelesaikan masalah karena semuanya harus diukur dengan hitam-fikih, kaku, dan formalistik. Demikian juga menentang berlebihan dalam memasuki dunia tasawuf tanpa mempertimbangkan fikih, akan mengantarkan manusia pada jurang kesesatan.
Keterangan: esai ini semula diterbitkan di Nur Syam Center