SEMARANG, suaramerdeka.com – Nusantara Institute menggelar agenda tahunan dialog budaya dan Nusantara Academic Writing Award (NAWA), di Noormans Semarang, baru-baru ini. Kegiatan itu, merupakan acara penghargaan penulisan pascariset (post-research writing grant) untuk tesis dan disertasi bagi mahasiswa magister dan doktor perguruan tinggi di Indonesia.
Founder dan Direktur Nusantara Institute Sumanto Al Qurtuby PhD, dalam rilisnya, mengungkapkan, program digelar untuk memberi dorongan bagi akademisi serta intelektual muda untuk berkarya dengan segera menyelesaikan penulisan tesis atau disertasi dalam setudinya.
Adapun topik yang diangkat, menurut Sumanto, yaitu sesuai dengan visi, misi, dan platform lembaga Nusantara Institute. Yakni, studi mengenai dunia pendidikan, kesenian, kebudayaan, dan keagamaan di Indonesia. “Program ini dimaksudkan untuk mendorong para ilmuwan muda agar lebih mencintai bangsa dan budaya Indonesia,” kata Sumanto, yang juga sebagai Ketua Dewan Juri NAWA, kata dia dalam rilisnya, yang diterima awak media, Selasa (30/7)
Sumanto menyampaikan, program tersebut diadakan Nusantara Institute sejak 2019 bekerja sama dengan Bakti BCA. Kemudian, pada 2024, Bakti Pendidikan Djarum Foundation turut bergabung mensponsori program NAWA. Ia menjelaskan, sejak 2019, tercatat ada 38 penerima penghargaan atau awardee NAWA dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. “Mereka dipilih melalui kompetisi nasional yang sangat ketat dengan melibatkan lebih dari 17 dewan juri setiap tahunnya. Para juri terdiri atas para akademisi, guru besar, dan praktisi berkompeten,” terangnya.
Selain dinyatakan lolos seleksi berkas-berkas, lanjut dia, lamaran para awardee juga harus lolos seleksi saat wawancara oleh dewan juri. Setiap tahun, Nusantara Institute menerima antara 150-200 pelamar program ini. Selain mendapatkan dana bantuan penulisan tesis atau disertasi, para penerima award juga mendapatkan sertifikat penghargaan. “Mereka juga dilibatkan dalam proyek-proyek yang diinisiasi oleh Nusantara Institute seperti webinar, penulisan buku bunga rampai, dan penulisan kolom di portal lembaga,” katanya.
Tahun 2024 ini ada tujuh penerima NAWA dari berbagai kampus di Indonesia.
Pertama, yaitu Alvina Maghfiroh (Universitas Diponegoro) dengan judul tesis “Etnografi Komunikasi pada Tradisi Buka Luwur Pepunden Mbah Werni Kabupaten Jepara, Jawa Tengah”.
Kedua, Ni’am Khurotul Asna (Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung) dengan judul tesis “Kontekstualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Nusantara dalam Dinamisasi Tradisi Megengan Show di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur”.
Ketiga, Yoggy Manu (Universitas Kristen Satya Wacana) dengan tesis berjudul “Menarikan Keindonesiaan dari Pinggir Selatan: Ritual Civil Religion dalam Tarian Kebalai di Rote Ndao, NTT”.
Keempat, Fitri Nuraeni (Universitas Gadjah Mada) dengan judul tesis “Revitalisasi Batik Patron Ambarawa: Preservasi Warisan Budaya dan Penguatan Identitas Lokal”.
Kelima Jear Nenohai (Center for Religious and Cross-cultural Studies, UGM) dengan judul tesis “Dekolonialisasi Pendidikan Kepercayaan: Studi Kasus Pendidikan Kepercayaan Marapu di Sumba Timur.”
Keenam, Puri Kurniasih (Institut Seni Indonesia Surakarta) dengan judul disertasi “Epistemologi Garin Nugroho dalam Film Kucumbu Tubuh Indahku”.
Ketuju, Kiftiawati (Universitas Indonesia) dengan disertasi berjudul “Kontestasi Identitas Kultural Masyarakat Kutai Adat Lawas di Desa Tua Kedang Ipil, Kalimantan Timur”.
Direktur BCA Antonius Widodo Mulyono, mengapresiasi program NAWA sebagai bagian dari upaya untuk melestarikan dan memajukan kearifan lokal dan budaya Nusantara yang kaya melalui karya akademik ilmiah.
“Program ini sangat penting karena Indonesia mempunyai banyak peninggalan tradisi dan budaya warisan para leluhur dan kerajaan tempo dulu yang perlu terus dipelajari, digali, dan dikaji melalui berbagai macam cara termasuk riset ilmiah dan penulisan tesis atau disertasi,” katanya.
Dalam penganugerahan tersebut, dimeriahkan penampilan dari grup Punakawan Semarang, Sanggar Tari Saraswati, dan Komunitas Diajeng Semarang pimpinan Maya Dewi.
Acara tersebut dihadiri sekitar 150 peserta serta undangan khusus dari berbagai kalangan, seperti perguruan tinggi, ormas keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas seni budaya di Semarang dan sekitarnya.