Beranda Publikasi Kolom Lontar Usada Bali: Kitab Obat-Obatan Nusantara

Lontar Usada Bali: Kitab Obat-Obatan Nusantara

2617
0
Ilustrasi: nusabali.com
Ilustrasi: nusabali.com

Ngatawi Al-Zastrouw (Pengajar Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta)

Lontar Usada adalah naskah klasik yang berisi berbagai jenis pengobatan. Naskah ini di ditulis di atas daun lontar dengan menggunakan bahasa Bali, sehingga disebut Lontar Usada Bali. Ada berbagai macam Lontar Usada, sesuai dengan jenis penyakit dan pengobatannya. Naskah ini tersebar di dalam maupun luar negeri. Di Bali, naskah Lontar Usada ini banyak tersimpan di Gedong Kirtya, Perpustakaan Universitas Udayana dan Balai Bahasa Bali. Selain itu ada juga beberapa naskah yang menjadi koleksi pribadi.

Beberapa naskah Lontar Usada sudah dialihaksarakan dan diterjemahkan, di antaranya: Usada Sari (2007), usada Tuju/rematik (2007), Usada Paneseh (2015). Dalam katalog yang disusun Behrend (1998) disebutkan beberapa Usada di antara Usada Paribasa Mahasantra Parisa, Usada Tamba Panastis, Usada Penawar Ruruning Upas. Katalog Behrend ini tersimpan di Perpustakaan Nasional RI di Jakarta. Katalog Wierenga (1998) menyebut beberapa judul naskah Usada berdasarkan koleksi yang ada di perpustakaan Universitas Leiden (Mu’jizah, 2016; 193).

Hasil penelitian yang dilakukan Tim Fakultas Sastra Universitas Udayana Bali tahun 2007 menunjukkan beberapa judul naskah Lontar Usada yaitu Usada Buduh (pengobatan orang gila/sakit jiwa), Usada Cukildaki (pengobatan rematik), Usada Dalem (pengobatan penyakit dalam), Usada Ila (pengobatan penyakit lepra), Usada Kacacar (pengobatan penyakit cacar), Usada Manak (pengobatan merawat kandungan/melahirkan), Usada Panugpugan (penyakit karena black magic), Usada Lare (pengobatan anak), Usada Tiwang, Usada Budhakecapi, Usada Kuda, Usada Kurantangbolog. 

Judul-judul tersebut mencerminkan jenis-jenis obat dan tata cara pengobatan pada masing-masing penyakit. Dalam naskah-naskah tersebut jenis penyakit, bahan-bahan obat, cara meracik dan prosedur pengobatan untuk tiap-tiap penyakit dijelaskan secara rinci.

Misalnya untuk jenis penyakit jiwa dijelaskan ada 11 jenis (Mu’jizah, 2016; 196). Jenis-jenis penyakit gila tersebut adalah: pertama jenis penyakit jiwa dengan gejala suka bernyanyi sendiri; kedua sering menangis; ketiga penyakit jiwa dengan gejala sering tertawa sendiri; keempat penyakit jiwa dengan gejala sering bermain kotoran; kelima, orang gila yang suka bicara sendiri (meracau); keenam orang gila yang sering tidur dan tidak mau makan; ketujuh gila dengan gejala suka marah-marah; kedelapan gila disertai epilepsi; sembilan, gila dengan perut bengkak; kesepuluh gila dengan memaki-maki dukun yang mengobati, dan kesebelas gila dengan gejala campuran/umum. Masing-masing jenis kegilaan ini memiliki obat dan cara pengobatan yang berbeda.

Dalam buku Paneseh Usada (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bali, 2015), disebutkan contoh obat dan cara pengobatan beberapa jenis penyakit. Misalnya bahan obat penyakit tuju (rematik) dengana gejala sakit pinggang adalah isi buah kemiri, beras yang telah direndam, bawang merah dibakar. Cara pengobatan,  bahan-bahan ini dihaluskan kemudian disemburkan ke pinggang yang sakit. Bahan obat untuk sakit panas adalah kulit kayu puri, nasi yang dijemur (beras karag). Kedua bahan itu itu dihaluskan kemudian badan yang panas dibedaki dengan ramuan tersebut.

Contoh lain adalah obat penyakit dalem dengan gejala perut bengkak dan batuk keluar darah/nanah. Untuk enyakit tersebut obatnya adalah kunyit warangan, kulit pohon pule, kayu batu maswi, tumukus, 3 butir ketumbar dan minyak kelapa. Semua bahan itu ditumbuk halus kemudian diminum.

Ini untuk obat dalam, sedangkan untuk obat luarnya adalah daun kemiri muda, cendana, pohon kembang sepatu, maswi, kemiri. Semua ditumbuk lalu disemburkan (Dinas Kebudayaan, 2015;169). Sedangkan untuk obat ibu melahirkan yang plasentanya tidak keluar adalah minum kaun kamurungan dicampur arak. Obat lainnya untuk penyakit ini adalah jahe 7 iris dicampur urang aring dilumatkan kemudian diminum. (ibid; 49).

Untuk obat penyakit ila (lepra) jenis lungsir (menurut naskah Lontar Usada penyakit lepra ada berbagai jenis) obatnya adalah kulit kayu pangi, kulit kayu bila dan sinrong wayah. Semua bahan itu dihaluskan lalu ditambah air cuka tahun, diramu sehingga menjadi seperti bedak kemudian dioleskan ke bagian yang sakit.

Untuk penyakit lepra dengan gejala warna putih yang melingkar obatnya adalah jahe pahit, isin orong, bunga cenkih, cabe jawa, terusi warangan, belerang merah dan belerang kuning. Semua ditumbuk sampai halus kemudian dicampur dengan air perasan jeruk limau. Obat tersebut dioleskan ke bagian tubuh yang sakit (Ibid; 3 dalam Mu’jizah, 2016; 198).

Masih ada beberapa resep obat dan cara pengobatan yang disebutkan dalam naskah Lontar Usada Bali, karena ada ratusan jenis penyakit yang dipaparkan dalam naskah tersebut. Naksah ini menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu nenek moyang bangsa Nusantara telah memiliki kemampuan untuk melakukan observasi terhadap berbagai jenis penyakit kemudian melakukan diagnosa terhadap berbagai gejala penyakit tersebut.

Dari hasil diagnosa tersebut para leluhur Nusantara melakukan observasi terhadap berbagai jenis tumbuhan sehingga menemukan beberapa tumbuhan dan hewan yang dapat dijadikan obat. Yang menarik para nenek moyang tersebut berhasil menemukan ramuan obat dengan berbagai komposisinya.

Naskah  ini dapat dijadikan petunjuk untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama untuk penelitian medis. Hal ini dapat dilakukan dengan menggali berbagai zat kimia yang ada dalam beberapa tumbuhan yang dijadikan obat suatu penyakit. Misalnya zat kimia apa yang terkandung dalam bunga cengkih, cabe Jawa, jahe, belerang kuning dan merah sehingga dapat dijadikan obat lepra. Zat kimia apa yang terkandung dalam daun kemiri muda, cendana, pohon kembang sepatu, maswi, sehingga dapat menjadi obat muntah darah (penyakit dalam).Jika ini dilakukan secara serius, mungin bisa menjadi temuan menarik di dunia medis.

Beberapa antropolog juga telah melakukan tenelitian terhadap tradisi pengobatan. Misalnya Foster (1978) yang melakukan penelitian mengenai tradisi pengobatan masyarakat dan mengaitkan dengan ilmu antropologi yag kemudian dikenal dengan istilah ethnomedicine. Menurut disiplin ilmu ethnomedicine, pengobatana tradisional terbagi dalam dua kelompok yaitu pengobatan yang menggunakan bahan dari tumbuhan (herbal medicne) dan obat-obatan yang berasal dari hewan (animal medicine).

Menjelajah naskah kuno Lontar Usada Bali, kita akan melihat bagaimana khazanah ilmu pengetahuan Nusantara di bidang penyakit, obata-obatan dan teknik pengobatan. Naskah ini menunjukkan bahwa sebelum berkembang ilmu pengbatan (medicine) dengan berbagai peralatan tehnologi canggih untuk melakukan observasi, nenek moyang bangsa Nusantara telah memiliki kemampuan meakukan observasi secara mendalam meski dengan peralatan sederhana. Kepekaan membaca tanda-tanda alam, dan kecermatan dalam melihat fenomena alam merupakan kunci untuk menemukan suatu konstruk pengetahuan. [NI]

Catatan: tulisan ini semula dipublikasikan di situs Fakultas Islam Nusantara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini