Beranda Publikasi Kolom Keunikan Pernikahan Adat Mamasa

Keunikan Pernikahan Adat Mamasa

404
0

Restifani Cahyami (Alumni Pascasarjana IAKN Toraja)

Pernikahan merupakan sebuah kata yang berasal dari kata “nikah” yang berarti ikatan perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Pernikahan merupakan suatu bentuk perbuatan nikah atau kegiatan atau upacara nikah (Kamus Besar Bahasa Indonesia Online).

Pernikahan merupakan salah satu impian yang dimiliki oleh setiap manusia khususnya ketika menjalin hubungan spesial dengan lawan jenisnya (berpacaran). Bahkan, pernikahan secara khusus dalam agama Kristen dipandang sebagai salah satu anugerah dari Allah dan sekaligus sebagai salah satu mandat yang diberikan oleh Allah kepada manusia dalam Kejadian 1:28.

Berbicara mengenai pernikahan, maka setiap daerah tentu memiliki tradisi dengan keunikan tersendiri dalam melangsungkan pernikahan. Salah satu keunikan tradisi pernikahan tersebut ialah di daerah Mamasa, Sulawesi Barat.

Namun, sebelum membahas keunikan pernikahan di Mamasa, maka perlu diketahui bahwa adat istiadat Mamasa khususnya dalam kepercayaan agama tomatua mengenal empat kegiatan atau aktivitas hidup yang disebut dengan pemali appa randanna (empat dasar kehidupan)yaitu pa’bannetauan (perkawinan), pa’totiboyongan (perekonomian yang berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam), pa’tomatean (upacara kematian), dan pa’bisuan (acara sukacita atau pengucapan syukur) (Mandadung, 2005).

Oleh karena itu, dengan memperhatikan keempat dasar tersebut, maka pernikahan merupakan hal yang penting bagi kehidupan masyarakat Mamasa sehingga pernikahan dilakukan dengan penuh makna dan keseriusan dari masyarakatnya. Hal ini jugalah yang membuat tradisi pernikahan di Mamasa menjadi sangat unik. Jika tahapan pernikahan pada umumnya hanya terdiri atas lamaran, proses pernikahan dan resepsi, maka di Mamasa masih terdapat beberapa tahapan sebelum dan sesudah tahapan umum tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa tahapan yang biasanya akan dilakukan oleh masyarakat Mamasa ketika melangsungkan pernikahan.

Tahapan Pernikahan

Pertama, pangngusikan. Kegiatan ini merupakan tahap awal dari pernikahan adat di Mamasa di mana pihak laki-laki yang biasanya diwakilkan oleh kerabat (berjenis kelamin perempuan) akan datang ke rumah perempuan yang disukainya untuk menanyakan apakah perempuan tersebut setuju ketika akan menikah dengan seorang laki-laki. Hal ini biasanya dilakukan secara rahasia terlebih dahulu atau bersifat rahasia.

Selanjutnya, pihak perempuan akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan dari pihak laki-laki tersebut yang disebut dengan ma’pasule kada. Ma’pasule kada akan dilakukan tiga hari setelah kegiatan pangngusikan selesai di mana pihak perempuan akan mendatangi rumah pihak laki-laki dan menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan dalam acara pangngusikan.

Kerabat yang melakukan kegiatan ma’pasule kada juga biasanya terdiri atas perempuan dan bukan kerabat yang berjenis kelamin laki-laki. Jika pihak perempuan telah menerima atau menyetujui menikah dengan sang laki-laki, maka akan diadakan persetujuan untuk melakukan lamaran atau pa’randangan.

Kedua, pa’randangan. Tahapan yang kedua ini biasanya mempertemukan kedua belah pihak dari calon pengantin di mana pihak pengantin laki-laki akan mendatangi rumah keluarga pihak perempuan. Setelah keluarga pihak laki-laki tiba di rumah pihak perempuan, maka akan dilakukan berbagai kegiatan adat.

Kegiatan ma’randang atau pa’randangan ini dapat dipahami sebagai suatu proses lamaran secara resmi yang dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Oleh karena itu, dalam prosesnya maka laki-laki akan kembali mendatangi rumah pihak perempuan. Jika sebelumnya keluarga yang dilibatkan hanya beberapa orang saja, maka jumlah keluarga yang terlibat dalam kegiatan pa’randangan akan lebih banyak.

Dalam acara pa’randangan, selain memanjatkan doa agar kedua calon pengantin dirahmati oleh Tuhan, kedua calon akan pengantin juga akan diberikan nasihat yang disebut dengan ma’nanna. Dalam acara ma’nanna, secara bergiliran orang tua akan memberikan nasihat sebagai bekal dalam mengaruhi bahtera rumah tangga. Terakhir, dalam kegiatan pa’randangan keluarga dari kedua belah pihak akan menentukan waktu yang paling baik untuk mengadakan pernikahan dengan mempertimbangkan sisi keagamaan dan hukum negara (Meldayanty, 2022).

Setelah kegiatan pa’randangan telah selesai, maka hubungan perkawinan antara laki-laki dan perempuan dianggap telah sah secara hukum adat. Meskipun sah secara adat, namun bukan berarti bahwa tahapan pernikahan telah selesai sebab faktanya bahwa masih ada beberapa tahapan yang masih akan dilakukan. Hal ini pun penting sebab menurut aturan perundang-undangan di Indonesia khususnya Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan memperlihatkan bahwa pernikahan belum memenuhi pasal 2 ayat 2 tentang pencatatan perkawinan meskipun menurut ayat 1 telah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya (Mogot, 2003).

Ketiga, pa’pakawinan. Untuk mensahkan segala tahapan-tahapan yang telah dilalui dan agar pengantin yang telah dinikahkan secara hukum adat dapat sah di mata agama dan negara, maka dilakukanlah pemberkatan perkawinan oleh gereja bagi pengantin yang beragama Kristen atau akad nikah bagi pengantin yang beragama Islam. Setelah kegiatan perkawinan dilakukan dan sah secara agama, maka kedua pengantin kini berhak menerima pencatatan sipil dari negara. Dengan demikian, pernikahan akan menjadi sah di mata adat, agama dan hukum.

Keempat, passarakan. Tahapan yang keempat ini yaitu tahapan akhir dari pernikahan di mana sesuai dengan aturan adat, pengantin yang baru saja dinikahkan akan diantarkan oleh keluarga menuju ke rumah pihak laki-laki atau suami dan pihak laki-laki tersebut akan menyambutnya dengan penuh kegembiraan.

Di beberapa tempat, keluarga yang mengantarkan pengantin ke rumah laki-laki hanyalah ayah dari pengantin perempuan dan anggota kerabat yang lain, tanpa mengikutsertakan sang ibu. Alasannya dipengaruhi oleh faktor masiri’ atau malu jika terus mengawal anak perempuannya apalagi jika sang anak telah pergi bersama suaminya (Rumbi, 2021). Ketika acara ini berlangsung, maka akan dilakukan ritual adat yang bertujuan untuk mendoakan kedua pasangan yang telah menikah agar langgeng dan bahagia (bkkbn, 2020).

Dalam konteks kekristenan, acara passarakan biasanya akan disertai dengan kegiatan ibadah yang bertujuan untuk mendoakan kembali pasangan yang telah menikah dan sekaligus sebagai ibadah syukur atas terlaksananya segala proses pernikahan yang telah dilakukan.

Kesimpulan

Berdasarkan pada tahapan-tahapan pernikahan yang dilakukan di daerah Mamasa tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pernikahan merupakan sebuah kegiatan yang sarat akan nilai dan penting bagi kehidupan masyarakat Mamasa.

Pernikahan bukan hanya sekadar seremonial untuk mensahkan hubungan antara laki-laki dan perempuan, tetapi pernikahan sekaligus menjadi sarana untuk membelajarkan dan mendewasakan seseorang yang akan menikah khususnya melalui nasihat-nasihat yang diberikan.

Pernikahan harus dijaga kekudusannya sebab untuk mempersatukan dua orang yaitu laki-laki dan perempuan haruslah melalui banyak tahapan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan kedua calon pengantin agar lebih siap dalam menghadapi kehidupan rumah tangga.

Oleh karena itu, pernikahan harus dilakukan dalam aturan adat sebab pelanggaran terhadap aturan adat dapat menimbulkan konsekuensi yang berdampak bagi kehidupan pelanggarnya. [NI]

Referensi

bkkbn. (2020). Pernikahan Adat Balla Satanetean. Jakarta: bkkbn.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. (n.d.).

Mandadung, A. (2005). Keunikan Budaya Pitu Ulunna Salu Kondosapata Mamasa. Pemerintah Kabupaten Mamasa.

Meldayanty. (2022). Kajian Teologis Makna Ma’randang dalam Mendialogkan Injil di Gereja Toraja Mamasa Jemaat Kalvari Marampan Orobua Kecamatan Sesenapadang. Tana Toraja: IAKN Toraja.

Mogot, U. S. (2003). Perkawinan Secara Ma’randang Menurut Hukum Aadat Mamasa Dilihat dari Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan: Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Negeri No.21/Pdt.G/2003/PN.Polmas. Universitas Gajah Mada.

Rumbi, M. S. (2021). Nilai Budaya dari Ritual Perkawinan Massarak Sebagai Materi Pendidikan Keluarga Kristen di Mamasa. Didache: Journal of Christian Education, 58-72.

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini