Beranda Publikasi Kolom Musik dalam Terapi Spiritual Islam

Musik dalam Terapi Spiritual Islam

1134
0
Sumber foto: https://muslimheritage.com/ottoman-music-therapy/

Oleh: Sunarto (Pengajar Filsafat dan Musikologi pada Jurusan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang)

Apakah Islam dan musik selalu bertolak belakang? Atau keduanya dapat saling bertautan? Pertanyaan tersebut selalu muncul dalam wacana keislaman. Fenomena pertautan Islam dan musik dapat dirunut dari sejarah. Seperti yang terjadi pada era Abad Pertengahan (Medieval). Pada Abad Pertengahan di dunia Muslim, musik memainkan peran penting dalam praktik untuk terapi kesehatan.

Musik digunakan tidak hanya untuk meningkatkan spiritualitas tetapi juga untuk meningkatkan kesehatan pasien. Banyak cendekiawan dan musisi Muslim menggunakan teori dan teknik musik sebagai cara untuk menghubungkan pasien dengan Yang Ilahi, menginspirasi harapan dan menemukan makna dalam krisis, penderitaan, dan penyakit pasien (Shiloah, 2001). Oleh karena itu musik (dapat) digunakan dalam terapi spiritual bagi umat Islam, sebagai sarana untuk menghubungkan pasien dengan sumber kekuatan spiritual.

Bagi banyak pasien Muslim, meyakini bahwa spiritualitas (dapat) terkait erat dengan musik. Kegiatan terbatas pun telah dilakukan yang melibatkan pemanfaatan musik dalam terapi spiritual Islam. Hal tersebut terlepas dari pentingnya musik dalam terapi dan kehidupan pasien sehari-hari secara umum; kurangnya perhatian terhadap musik dalam terapi spiritual Islam dapat dilihat dari beberapa argumen teologis yang mendukung gagasan bahwa “Islam melarang musik”. Argumen semacam itu terutama didasarkan pada penafsiran konservatif terhadap beberapa ayat dalam Al-Qur’an (Q.S. 16:529-562; Q.S. 31:6).

Dengan menggunakan Hadits, terutama Hadits yang lemah (dho’if) atau dipalsukan, yang ditulis hampir 200 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para cendekiawan Muslim, seperti: Abu Bakr Ahmad ibn Husayn Ibn ‘Ali Ibn Moussa al-Khosrojerdi al-Bayhaqi (994–1066); Imam Hafiz Abul Qasim ‘Ali ibn Hasan ibn ‘Asakir (1105–1175); Ibn Qayyim al-Jawziyyah (1292–1350), dan lain-lainnya, mendefinisikan musik sebagai “hiburan kosong” (Shiloah, 1979).

Komentar yang radikal ini mempengaruhi pemikiran modern terhadap pemanfaatan musik dalam terapi spiritual Islam. Oleh karena itu, ada kesenjangan yang signifikan dalam literatur terapi spiritual Islam, yang mengungkapkan perlunya perhatian yang signifikan terhadap pemanfaatan musik dalam terapi spiritual Islam.

Namun demikian, meskipun ada sedikit penelitian di bidang musik dan spiritualitas dalam konteks Islam, ada sejumlah buku, artikel, dan refleksi, yang secara khusus untuk studi Islam klasik Abad Pertengahan tentang musik (dan juga musik Sufi) (Farmer, 1965; Shiloah, 2003). Meskipun beberapa sumber ini tidak memiliki deskripsi secara spesifik tentang peranan musik dalam terapi spiritual Islam, tetapi sumber-sumber tersebut masih berguna karena mengungkapkan pentingnya musik dalam kesehatan jiwa manusia.

Beberapa  buku yang berkaitan dengan musik dan terapi spiritual Islam, seperti: 1) Abu Yusuf Yaʻqub ibn ʼIshaq as-Sabbāh al-Kindi’s (801–873), Risala Fi Hubr Ta’lif Al Alhan atau sering disebut Kitab Ihsa’ Al-ʿulum; 2) Abi Nasar Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan Farabi’s (870-950) Kitab Al-Iqaʿat, Kitab Ihsa’ Al-Iqaʿat (tentang Teori Ritme) dan Kitab al-Musiqa al-Kabir (Sawa, 1984); 3) Abu ʿAli al-Ḥusayn ibn ʿAbd Allah ibn Al-Hasan ibn Ali ibn Sina’s (980–1037), Javamiu Ilmi al-Musiqa in Kitab al-Shifa, Muhtasar Fi Ilm al-Misuiqa in Kitab al-Nejat, Safiyaddin ‘Abdalmu’miin b. Yusuf b. Fahir al-Urmawi’s (1225–1294) Risalat Al-Sharafiyya dan Kitab al-Adwar; 4) Abdül’aziz bin Maraghi’s (1360?-1425), Nakavat Al-Advar; 5) Hasan Şuuri’s, ‘Tadil-i Emzije’; 6) Ali Ufki (1610–1675?), Mecmua-i Saz-ü Söz; dan 7) Seydi’s (musisi Turki abad ke-15) Al-Matla (the Book of Music). Dalam Kitab al-Adwar-nya, Al-Urmawi mendefinisikan musik sebagai “ilmu mulia”, yang disejajarkan dengan: filsafat, astronomi, astrologi, kedokteran, dan geometri (Seydi, 2004).

Dengan mempertimbangkan keberadaan musik dalam karya-karya klasik Islam Abad Pertengahan dan analisis ekstensif tentang pentingnya musik dalam terapi jiwa, penting untuk memberikan perhatian yang signifikan pada penggunaan terapeutik musik dalam terapi spiritual Islam. Ketika bidang terapi spiritual Islam berkembang, para praktisi spiritual Muslim mencari berbagai cara dan metode untuk memperkaya praktik mereka. Upaya semacam itu memicu rasa ingin tahu tentang peran musik dalam terapi spiritual Islam.

Karya musik yang luas di era Islam Abad Pertengahan menunjukkan bahwa sikap konservatif dan radikal terhadap musik tidak dapat mencegah kemajuan di bidang musik itu sendiri. Kemajuan tersebut tidak dapat lepas dari jasa para cendekiawan Muslim, sepeti: Ikhwan- Safa al-Kindi; Abu Bakar Muhammad bin Zakariya al-Razi atau Rhazes; Al-Farabi; ibn Sina; Al-Urmawi, Maraghi; Yusuf b. Nizameddin b. Yusuf al-Rumi al-Mawlawi, dan lain-lainnya. Sejak abad ke-9, para penulis ini berkontribusi pada pemahaman masyarakat tentang musik, menganalisisnya dari perspektif filsafat. Ikhwan al-Safa, misalnya, menekankan bahwa musik harus dianalisis dalam pemahaman universal tentang moralitas (Shehadi, 1995).

Perlu digarisbawahi di sini bahwa pada abad ke-13 dan 14, musik secara khusus dikembangkan di beberapa bagian, seperti di: Iran, Azerbaijan, dan Anatolia (Shiloah, 2001). Tidak mengherankan bahwa beberapa cendekiawan Muslim yang disebutkan di atas, yang melibatkan musik dalam karya-karya mereka berasal dari Azerbaijan atau Turki Ottoman. Sebagian besar cendekiawan musisi Muslim terkait dengan ordo sufi terkenal dan berusaha mengembangkan musik spiritual untuk terapi jiwa.

Misalnya, Nayi Ali Mustafa Kevseri Efendi (meninggal 1770) (dikenal sebagai Mustafa Efendi), adalah seorang Mevlevi Dervish. Ia juga dikenal karena upayanya untuk memperbarui teori Musik Turki dalam karyanya Mecmua-i Kevseri (Jurnal Kevseri), yang dikenal Kitab-ı Musikar (Seydi, 2004). Musisi Muslim lain asal Turki, Nasır Abdülbaki Dede (1765–1821), adalah seorang Dervish dari Istanbul Yenikapı Mevlevihane (Ordo Sufi Istanbul Yenikapi). Nasır juga mengembangkan sistem notasi, yang disebut Tahririyye-Tahrir-i Fi’l-Musiki (Alaner, B. n.d.). Al-Urmawi, al-Maraghi, Muhammad b. ‘Abdalhamid al-Ladiqi (meninggal 1485); Jalal al-Din Rumi, dan lain-lainnya. Rumi, misalnya, mengembangkan musik dan tarian (wirling darwis) , yang kemudian dikenal sebagai musik spiritual dari Ordo Sufi Mevlevi (Mawlawiyah).

Di beberapa belahan dunia Muslim, lagu-lagu ritual Sufi mempunyai istilah sendiri-sendiri, seperti: Marfat (Bangladesh), Muwashshah (Muslim Spanyol era Abad Pertengahan), nashid (Arab), atau Ilahi (di Turki) (Sawa, 1984). Beberapa musik ritual ini digubah untuk tujuan tertentu, misalnya, untuk mengiringi Qasida (puisi) yang memuji Nabi Muhammad SAW atau untuk memperingati peristiwa tragis di Kerbala pada tanggal 10 Oktober 680, ketika cucu Nabi SAW Husain syahid. Lagu-lagu ini dikenal sebagai Jari di Bangladesh dan Marsiya di Iran dan Azerbaijan (Shiloah, 2003).

Catatan tentang sejarah musik di dunia Islam tersebut menunjukkan bahwa banyak cendekiawan dan musisi Muslim mengembangkan teori dan praktik mereka di bawah pengaruh ritus sufi, yang juga dapat sangat dirasakan ke arah masa depan musik Islam, seperti musik Turki Peşrev (overture) dan Saz Semaisi (semacam musik instrumental) (Seydi. 2004; Alaner, B. n.d.).

Selain itu, banyak sarjana yang mempelajari efek musik secara ekstensif, terutama 400 melodi (maqam), pada emosi dan organ manusia; selanjutnya mereka meletakkan dasar-dasar musik sebagai alat terapi, memeriksa hubungan antara bahasa, suara, dan musik, dan mengklasifikasikan jenis suara dan dampaknya terhadap kesehatan manusia.

Diketahui juga bahwa beberapa censdekiawan, seperti Farabi dan al-Urmawi, melakukan pengamatan eksperimental untuk menggambarkan bagaimana musik mempengaruhi penonton. Atas ancaman untuk melarang musik di semua bidang kehidupan, dengan izin khalifah, al-Urmawi membuat penelitian eksperimental tentang efektivitas musik pada unta, yang haus selama empat puluh hari. Perlu dicatat bahwa tes ilmiah tentang musik seperti itu belum pernah dicoba sebelumnya. Dalam sebuah demonstrasi publik di Baghdad, unta itu dilepaskan dan disajikan air.

Dilaporkan bahwa begitu al-Urmawi mulai bernyanyi, unta yang haus itu mendengarkan nyanyian dari al-Urmawi dengan berlinang air mata, daripada bergerak ke arah air. Untuk membuktikan reliabilitas dan validitas penelitian, al-Urmawi melakukan tes sebanyak tiga kali; Setiap kali, hasil penelitiannya sama. Dengan demikian, al-Urmawi dapat membuktikan bahwa musik merupakan aspek kehidupan yang alami dan tidak boleh dilarang (Sawa, 1989).

Para cendekiawan Muslim klasik mementingkan musik karena perannya dalam terapi jiwa manusia. Mereka meletakkan dasar untuk terapi musik profesional dan menjelaskan aturan serts etika musik. Berdasarkan penjelasan empiris dan filosofis mereka tentang musik, pada Abad Pertengahan banyak rumah sakit Muslim menyewa terapis musik profesional untuk melayani sebagai bagian dari tim terapi pasien.

Setiap biaya keuangan yang terkait dengan terapi musik ditanggung oleh organisasi amal atau negara (Shehadi, 1995). Berdasarkan pengalaman mereka, musik adalah alat yang berharga dalam terapi spiritual Islam untuk membawa peningkatan yang signifikan dalam kesehatan: emosional, spiritual, mental. dan fisik pasien.

Daftar Pustaka

Alaner, B. n.d. Notations of the Turkish Music in its Historical Continuum. From Türk Mûsikîsi Wiki From Türk Mûsikîsi Wiki. http://enconv.org/docs/index-55185.html.

Sawa, G.D. 1984. The Sources of Arabian Music, An Annotated Bibliography of Arabic Manuscripts Which Deal with the Theory, Practice, and History of Arabian Music from the Eight to the Seventeenth Century. Leiden: Brill.

Sawa, G.D. 1984. “Al-Farabi’s Theory of the Iqa’: An Empirically Derived Medieval Model of Rhythmic Analysis”. Selected Reports in Ethnomusicology 11(9): 1-32.

Sawa, G.D. 1989. Music Performance Practice in the Early ‘Abbasid Era 132-320 AH/750–932 A.D. Toronto: Pontifical Institute of Medieval Studies.

Seydi. 2004. Book on Music: A 15th Century Turkish Siscourse, translated annotated, and edited by Eugenia Popescu Judeth in collaboration with Echhard Neubauer. Frankfurt am Main: Institute for the History of Arabic-Islamic Science at the Johann Wolfgang Goethe University.

Shehadi, F. 1995. Philosophies of Music in Medieval Islam. London: Brill.

Shiloah, A. 2001. Music in the World of Islam: A Socio-Cultural Study. Detroit: Wayne State University Press.

Shiloah, A. 2003. The Theory of Music in Arabic Manuscripts in Libraries of Egypt, Israel, Morocco, Russia, Tunisia, Uzbekistan, and Supplement to B X. Munchen: Henle.

Shiloah, A. 1979. The Theory of Music in Arabic Writings (900–1900). Descriptive Catalogue of Manuscripts in Libraries of Europe and the U.S.A. Munchen: Henle.

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini