Catatan Redaksi:
Pada tanggal 8 Mei, Nusantara Institute menggelar webinar atau Zoominar bertajuk “Mengkaji Yahudi Alkitab, Menjadi Kristen Indonesia” dengan menghadirkan pakar studi Bibel dan Guru Besar Ilmu Teologi, Prof. Pdt. John Titaley, ThD. Berikut ini tulisan Profesor Titaley yang dipresentasikan di acara diskusi tersebut. Selamat menikmati.
Mengkaji Yahudi Alkitab Menjadi Kristen Indonesia[1]
Oleh: Prof. Pdt. John Titaley, Th.D (Guru Besar Ilmu Teologi Universitas Kristen Indonesia Maluku, Ambon, dan alumni Graduate Theological Union, Berkeley, Amerika Serikat)
NU bisa jadi Islam Nusantara, mengapa Kristen tidak bisa jadi Kristen Nusantara? Pada masa Nusantara, Kristen sebagai agama dunia dari Barat bukan agama yang berasal dari masyarakat di Nusantara. Lalu Nusantara sendiri adalah kawasan yang tidak homogen tetapi heterogen baik secara etnik, agama maupun politik.
Manusianya terkelompok berdasarkan budaya, adat istiadat dan agama dalam situasi tak ada satu “pemerintahan politik” yang mengikat keragaman itu. Ada banyak kerajaan, kasultanan, dan tatanan adat-istiadat yang beragam. Dalam keragaman itu, Kekristenan adalah kenyataan agama yang dibawa oleh kolonialis dari Barat mulai dengan perdagangan baru politik. Kalau lihat tesis S2 Prof Manto (Sumanto Al Qurtuby), itu juga yang terjadi dengan penyebaran Islam oleh China di pesisir utara pulau Jawa dulu.
Hal itu berbeda dengan Indonesia. Indonesia adalah satu kenyataan pemerintahan politik yang dibentuk manusia-manusia secara sadar yang terbentuk atas keragaman budaya, adat istiadat, agama. Kalau ingin menjadi kontekstual, maka pilihan buat Kristen tidak bisa lain dari pada Indonesia. Keragaman Nusantara “disatukan” oleh pemerintahan politik Indonesia yang dibentuk pula secara sadar oleh manusia yang sebelumnya hidup dalam keragaman. Terhadap Indonesia yang satu ini Kekristenan baru bisa kontekstual.
Lalu bagaimana mau jadi Kristen Indonesia itu? Tulisan ini akan menjawab pertanyaan itu.
Ada tiga hal yang harus dilewati, yaitu, Keyahudian, Kekristenan dan Indonesia. Harus begitu karena Kekristenan bermula dari gerakan keagamaan yang dilakukan Yesus berdasarkan panggilan ilahi dan setelah kebangkitannya, Yesus disebut Kristus.
Karena gerakan keagamaan berdasarkan panggilan ilahi yang diemban Yesus terjadi dalam lingkungan bangsa Yahudi, dan Yesus sendiri adalah orang Yahudi, yang Paulus sebut secara kedagingan adalah anak Daud, maka pemahaman Gerakan Yesus itu tidak bisa dilepaskan dari Keyahudian. Itulah sebabnya, maka pembahasan ini harus dimulai dengan Yahudi. Karena Yahudi zaman Yesus adalah Yahudi yang kita ketahui melalui Alkitab mereka, yaitu Alkitab Ibrani (AI), yang oleh Kekristenan disebut Perjanjian Lama, maka ada baiknya percakapan tentang Yahudi dilakukan terhadap yang disebut dalam Alkitab mereka, yaitu AI.
Setelah memahami hakikat Gerakan Yesus Kristus dalam Keyahudian itu, barulah akan dilihat apakah hakikat gerakan Yesus itu ada dalam Indonesia sehingga memenuhi syarat buat Kekristenan menjadi Kristen Indonesia.
Keyahudian: Yahudi Alkitab[3]
Istilah Yahudi Alkitab ini perlu diperjelas dulu. Yang digunakan dalam studi Biblika, nama yang umum digunakan adalah Israel Alkitab. Nama ini dimaksudkan untuk membedakannya dari Israel Modern yang jadi negara tahun 1948. Israel Alkitab adalah bangsa yang dicatat dalam AI. Israel Alkitab ini semula disebut Ibrani sebelum perstiwa Keluaran dari Mesir.
Mereka disebut Budak2 Ibrani (Hebrew slaves) yang melakukan kerja paksa di Mesir untuk membangun kota2 Mesir di sekitar daerah delta sungai Nil. Budak2 Ibrani yang keluar dari Mesir masuk ke tanah Kanaan berjumpa dengan komunitas2 manusia yang sudah ada di situ. Lalu ketika percampuran mereka berhasil terjadi, mereka disebut Israel dari kata Yisra’el, atau umat El¯.
El¯ adalah nama ilah komunitas2 itu yang selalu dikaitkan dengan nama tua2 dari komunitas itu, terutama komunitas di sebelah Utara sehingga muncullah nama El¯Abraham, El¯Isak, El¯Yakub, El¯Shaday, dsbnya. Lalu ketika mereka sudah menjadi Israel nama ilahnya menjadi Elohim. Padahal di selatan, khusunya Yehuda, ilah mereka disebut YHWH. Ini menunjukkan 12 suku Israel itu tidak punya satu nama untuk ilah mereka.
Lalu ketika mereka disatukan Daud secara pemerintahan politik menjadi Kerajaan Israel tahun 1000 SZB, Daud memperkenalkan nama YHWH menjadi ilah untuk duabelas suku itu dengan pusat ibadah di Yerusalem. Ilah dari komunitas Yehudanya yaitu YHWH dijadikan ilah nasional bagi dua belas komunitas.
Kerajaannya bertahan hanya selama 69 tahun karena 10 komunitas di Utara dibawah pimpinan Yerobeam dengan ilah Elohim memisahkan diri setelah Salomo anak Daud meninggal. Kerajaan 10 komunitas yang memisahkan diri disebut kerajaan Israel, sedangkan kerajaan satunya di Selatan disebut Kerajaan Yehuda. Dua kerajaan ini berjalan bersama dari tahun 931 SZB sampai 721 SZB ketika Kerajaan Israel di Utara dihancurkan oleh kerajaan Asyur. Hilanglah kerajaan Israel Utara. Yehuda di selatan bertahan sampai tahun 587 SZB lalu dihancurkan oleh Babelonia Baru. Penduduk Yehuda kelas atas dibawa ke Babel. Sejak itu penduduk Yehuda itu disebut Yahudi. Itulah asal usul nama Yahudi Alkitab.
Yahudi Alkitab ini yang akan dibicarakan karena pada waktu mereka dibawa pulang kembali dari Babel tahun 536 SZB oleh Persia, mereka lalu sadar bahwa mereka tidak lagi hidup dalam kebersaman dengan 10 suku Israel di Utara dan telah menjadi bangsa baru. Bangsa baru ini tidak memiliki raja seperti halnya kehidupan mereka sebelumnya baik di Utara maupun di Yehuda.
Persia hanya mengijinkan mereka memiliki semacam bupati atau adipati bagi Kerajaan Persia, dan Imam Besar untuk mengatur kehidupan kultus mereka sebagai bangsa Yahudi. Akibatnya, Imam-imam inilah yang lebih menentukan kehidupan keagamaan mereka. Mereka tidak punya kehidupan politik selain kerajaan Persia. Masalah yang timbul kemudian adalah, bagaimana hidup sebagai bangsa baru dibawah jajahan Persia itu? Apa artinya menjadi bangsa Yahudi itu? Ini satu kenyataan baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Untuk itulah mereka mencari tulisan-tulisan dan tradisi dari lingkungan istana raja-raja Israel 12 komunitas, yaitu Daud dan Salomo di Yerusalem, istana raja-raja 10 komunitas di Utara yang memisahkan diri tahun 931 SZB sampai tahun 721 SZB di Samaria, ibukota Israel Utara, dan istana Kerajaan Yehuda di Selatan (Yerusalem) tahun 931-587 SZB. Tulisan-tulisan itu adalah tulisan jurutulis kerajaan yang menulis rencana para raja, mencatat kegiatan para raja dan membuat hasil kerja para raja. Itu betul-betul dokumen kerajaan. Dalam penulisan itu, mereka melibatkan ilah mereka yang diyakini ikut terlibat dalam kehidupan kerajaan itu.
Proses pengumpulan tulisan-tulisan itu dilakukan oleh Imam-imam Yahudi setelah pembuangan mulai tahun 400an SZB. Termasuk yang dikumpulkan itu adalah tulisan dan ucapan para nabi karena nubuat2-nubuat para nabi tentang hukuman YHWH bagi bangsa Israel Yahudi ternyata benar ketika mereka dibuang baik oleh Asyur di Utara maupun oleh Babelonia Baru di Yehuda. Juga tradisi macam-macam seperti kidung-kidung, puisi, peribahasa, ucapan-ucapan hikmat dan macam-macam tulisan lainnya.
Jadi tulisan-tulisan itu adalah tulisan yang ditulis pertama kali sekitar tahun 980an SZB sampai tahun 100 SZB. Dalam rentangan waktu 800an tahun itu tulisan-tulisan itu disatukan. Karena itu dapat dipahami kalau dalam tulisan-tulisan itu didapatkan satu cerita yang ditulis beberapa kali dengan waktu penulisan yang berbeda.
Proses ini baru tuntas tahun 90 ZB ketika seluruh tulisan yang dikumpul disahkan menjadi AI yang terdiri dari 24 kitab. Mereka menyebut versi tulisan-tulisan itu teks Masyora yang berarti tradisi.
Itu yang saya maksud dengan Yahudi Alkitab, yaitu bangsa yang semula bernama Ibrani kemudian Israel dan terakhir menjadi Yahudi dengan AI yang merupakan kumpulan tulisan resmi dari istana, nubatan para nabi, dan berbagai tulisan yang dinilai layak untuk digunakan sebagai pedoman hidup sebagai bangsa Yahudi.
Siapa yang tentukan tulisan-tulian itu? Imam-imam itu. Setelah ditetapkan sebagai Torah (hukum), maka penerapannya dalam kehidupan bangsa Yahudi menjadi kehidupan yang legalistik. Legalisme ini menimbulkan masalah yang tidak sedikit, terutama bagi orang2 yang tidak mampu, sehingga mereka menjadi satu kelompok tersisih, kalah, dan terhempas. Ketentuan agama telah menjadi beban bagi mereka. Terjadilah perbedaan antara yang mampu dan yang tidak.
Dalam masyarakat dengan ketentuan keagamaan seperti itu, perbedaan itu menjadi perbedaan antara mereka yang saleh, suci, dan benar dengan yang tidak saleh, tidak suci dan tidak benar. Ukuran untuk yang begitu semua terdapat dalam kitab-kitab yang dikumpulkan dan ditambah penulisannya oleh para imam itu. Akibatnya, sulit dibedakan dalam tulisan-tulisan yang dikumpulkan itu mana yang menjadi kehendak YHWH dan kehendak para imam.
Salah satu contoh cerita yang berlapis ini adalah cerita Nuh dan Air bah. Dalam kitab Kejadian pasal 7 ayat 1 – 24 ada dua versi cerita. Yang satu menyebut air itu sebagai hujan selama 40 hari, sedang yang lain menyebutnya sebagai air bah. Dalam versi hujan jumlah pasangan binatang yang dimasukkan ke dalam bahtera adalah 7 pasang dari segala binatang yang tidak haram, tetapi yang haram 1 pasang. Sedang di versi cerita air bah, jumlah pasang binatang harus dimasukkan ke bahtera adalah masing-masing satu pasang dari yang haram dan yang tidak haram. Cerita versi hujan 40 hari ditulis sekitar tahun 980 SZB, sedangkan yang air bah ditulis tahun 350an SZB. Jadi, ada selisih waktu 600an tahun antara dua versi tulisan itu.
Karena dianggap sebagai tradisi bangsa Yahudi, maka kompilasi seperti tidak menjadi masalah, apalagi kalau diketahui versinya. Akan tetapi kalau dianggap Firman Tuhan, bisa jadi masalah. Dalam kitab-kitab Kejadian sampai Bilangan, terdapat banyak versi parallel seperti itu.
Dari sisi itu, maka Yahudi Alkitab yaitu satu bangsa dengan Alkitabnya, AI, adalah cerita tentang satu bangsa dalam sejarah umat manusia di dunia yang hidup dengan ilah mereka yang khas bagi bangsa itu. Ketika Daud dari Yehuda dari Selatan memaksakan ceritanya dengan ilah versinya atas seluruh kerajaan, termasuk Israel di Utara, lalu ditegaskan oleh Salomo anaknya yang membangun Bait Suci sebagai tempat kediaman bagi YHWH itu, ada penolakan karena bagian lain dari kerajaannya sudah memiliki ilah dengan versi lain. Karena itu setlah Salomo meninggal, pecahlah kerajaan itu menjadi dua kerajaan.
Ketika kehidupan tinggal menjadi satu bangsa, yaitu Yahudi dengan satu ilah yang sama yaitu YHWH, dengan pengaruh pemimpin agama yang terlalu kuat, terjadilah perbedaan antara kelompok yang suci dan pendosa.
Itulah Keyahudian: Yahudi Alkitab.
Kekristenan: Yesus Kristus[4]
Percakapan tentang Yesus Kristus ini akan baik dipandu apabila bila menyoroti tiga tokoh penting, yaitu Yesus, Paulus dan Yohanes. Yesus yang melakukan satu Gerakan Keagamaan, tidak mewariskan teologi secara sistematik, etika secara sistematik, tata gereja, bahkan liturgi untuk kultus. Yang Ia wariskan adalah rahasia hubunganNya dengan ilah, yang disapa juga sebagai Bapa. Dalam konteks masyarakat Yahudi Palestina yang dikuasai Roma sebagai penjajah, dan pemuka agama Yahudi yang menerapkan Taurat secara legalistik sehingga tercipta kelompok masyarakat yang “kudus,” yaitu mereka yang dapat memenuhi tuntutan Taurat dengan caranya sendiri, dan kelompok masyarakat yang berdosa karena gagal dalam melaksanakan taurat, kehadiran Yesus membawa aroma kehadiran YHWH dalam kehidupan bangsa Yahudi, dengan wibawa ilahi dari YHWH lewat Roh KudusNya.
Kritik keras Yesus atas kehidupan sosial keagamaan yang menghasilkan kesenjangan itu membuat kelompok masyarakat yang tersingkir akibat ulah para penguasa agama, mengharapkan kehadiran kuasa yang lebih kuat dari para pemuka agama. Yesus dengan kritik terhadap kehidupan yang demikian menghadirkan aroma ilahi dengan tema Kerajaan Surga menjawab kebutuhan yang tersisih itu.
Dalam segala cerita tentang pelayananNya, hubungan Yesus dengan YHWH itu digambarkan sebagai anak Manusia secara apokalyptik seperti yang disebut dalam kitab Daniel. Anak Manusia itu yang akan menderita oleh terkaman gigi dan cakar binatang-binatang buas selama hidupnya di dunia. Namun demikian, Anak Manusia itu yang pada akhirnya akan menang dan diberi kemuliaan. Kepadanya akan diberikan kekuasaan dan kemuliaan, dan kerajaan dan semua suku bangsa akan melayaniNya. Itulah rahasia Yesus dan Bapanya.
Kritik yang sama juga yang Yesus lakukan atas ketidakadilan yang terjadi akibat penjajahan bangsa Romawi atas bangsa Yahudi. Itulah sebabnya dapat dipahami kalau hukuman mati yang dikenakan kepada Yesus terjadi dalam bentuk penyaliban, hukuman mati bangsa Roma, bukan dirajam, hukuman mati cara Yahudi.
Paulus sebagai tokoh kedua hadir sebagai orang pertama yang menafsirkan karya Yesus Kristus itu sesuai pemahamannya. Ia bukan saksi mata dari Gerakan Yesus itu karena dia bukan murid Yesus. Kalau benar ia saksi mata, sudah tentu dalam tulisan-tulisannya Paulus pasti mengatakan hal itu. Yang dia katakan tentang Yesus Kristus sebagai saksi mata adalah pengalaman penampakan Yesus kepadanya dalam 1 Korintus 15. Tapi ia orang yang pemahamannya atas karya Yesus Kristus itu tercatat dalam Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab pertama yang menginterpretasikan Gerakan Yesus itu.[5] Rekaman Paulus tentang Yesus Kristus itu terjadi dalam rumusan yang bahwa Yesus Kristus menebus dosa manusia yang dibuat oleh Adam dalam cerita AI. Karena itu terjadi peristiwa penyelamatan manusia atas dosa-dosanya.
Hendricks mengatakan bahwa cara pemahaman Paulus itu menyebabkan Kekristenan kehilangan dimensi politik dari Gerakan Yesus Kristus. Dimensi politiknya menurut Hendricks adalah solidaritas Yesus kepada warga Yahudi yang tertindas oleh ketentuan keagamaan yang dibuat dalam kultus mereka di Bait Suci yang dibangun oleh Imam2 Pasca Pembuangan. Kultus itu yang mengakibatkan terjadi dua kelompok manusia Yahudi, yaitu yang saleh, suci dan benar di satu pihak dan yang tidak saleh, tidak suci dan tidak benar di pihak lain.
Akibatnya, mereka tidak memiliki akses menyapa YHWH, ilah yang dalam Gerakan Yesus disebut sebagai BapaNya. Persepuluhan yang ditetapkan para pemimpin agama termasuk salah satunya. Selain keterpurukan dari sisi agama ini, orang2 tersebut juga semakin tersisih dari sisi politik karena kehadiran penjajah Roma. Para penjajah itu melakukan pemerasan, pemungutan pajak bagi rakyat kecil terutama yang tinggal di daerah pedalaman yang terpencil, memperkosa perempuan-pertempuan warga miskin tersebut dan sebagainya. Itulah sebabnya Gerakan Yesus selalu dikaitkan dengan Galilea, daerah miskin itu. Rakyat miskin ini akibatnya mengalami pelanggaran hak-hak kemanusiaan yang parah.
Akibat Gerakan Yesus yang membela rakyat seperti ini sehngga rakyart kecil banyak yang mengikutiNya, Yesus harus menghadapi dua musuh sekaligus yaitu para pemimpin agama dan penguasa Roma. Puncak dari Gerakan Yesus itu terjadi dalam wujud penyaliban di kayu salib, hukuman mati cara Roma, bukan dilempari batu, hukuman mati cara agama Yahudi. Itu bukti Gerakan Yesus berhadapan adalah geraka politik juga sehingga harus berhadapan dengan penguasa politik.
Lalu ketika Paulus tidak mengungkapkan hal persoalan Yesus dengan penjajah paera imam besar dan penjajah Roma dalam tulisannya akan tetapi malah jatuh ke dalam penebusan dosa, apa sebenarnya yang terjadi?
Hendricks mengatakan bahwa itu terjadi karena Paulus mengharapkan dalam situasi selama pekerjaannya, eskatologi (akhir zaman) segera terjadi supaya terjadi pembebasan bagi rakyat itu atas kuasa YHWH. Itulah sebabnya kejahatan berubah menjadi kesalahan, dan dosa. Pada waktu eskatologi, hal itu akan dihapuskan. Jadi Paulus telah merubah Yesus Politik menjadi Yesus Rohani walau sebenarnya Gerakan Yesus itu adalah Gerakan Politik yang mendapat dukungan rakyat kecil yang banyak. Disitulah Yesus menjadi ancaman bagi Roma.
Hal yang sama tetapi dengan bahasa yang lain, yaitu bahasa gnosticisme Yunani dilakukan oleh Yohanes. “Keselamatan” yang hanya bisa terjadi kalau orang memiliki gnosis, yaitu pengetahuan tentang hidup yang kekal, hidup yang sejati, hanya akan terjadi bagi mereka yang memiliki pengetahuan tentang dunia yang nyata disana. Lalu bagaimana dengan manusia yang tidak memiliki akses terhadap gnosis itu?
Para penulis Yohanin, yaitu Injil, Wahyu Yohanes dan tiga surat Yohanes mengatakan bahwa “karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga dikaruniakannya anakNya yang tunggal itu supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak akan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.” Mereka tidak harus mendapatkan gnosis itu karena tidak mungkin, tetapi cukup percaya pada Fakta Yesus Kristus itu.
Dengan cara pemberitaan seperti ini, Yohanin membuka akses yang sama kepada semua orang terutama yang lemah mendapatkan hidup yang kekal, hidup yang sejati bagi manusia siapapun dia tanpa beda, pendosa atau pun tidak. Itulah hakikat cerita Yohanes 8 tentang perempuan pendosa yang diampuni dosanya oleh Yesus sebagai cara mengkritik mereka yang merasa dirinya hebat, ahli Taurat dan orang Parisi, kelas atas yang menganggap dirinya “memenuhi” semua ketentuan Torat sehingga menjadi saleh, suci dan benar. Jadi Yesus Kristus dalam Yohanes (Yohanin) adalah pembawa kesetaraan bagi semua manusia.
Itulah Kekristenan: Yesus Kristus.
Indonesia: Kesetaraan Kemanusiaan[6]
Pembahasan tentang Indonesia ini dilakukan untuk melihat apakah Indonesia memiliki hakikat yang sama seperti yang diperjuangkan Yesus Kristus dalam Gerakan Yesus itu.
Jawabannya sudah jelas ya. Hal itu tampak dalam proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dengan teks Proklamasi yang dua kalimat saja, dan disahkannya UUD RI tanggal 18 Agustus 1945 dengan Pancasila yang terdiri dari lima sila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tidak seperti Kerajaan Daud yang memaksakan penggunaan nama ilah YHWH dari satu komunitas yaitu komunitas Yehuda bagi seluruh 12 komunitas Israel, bangsa Indonesia menggunakan kata Ketuhanan yang maha esa. Ketuhanan adalah kata sifat, bukan kata benda. Kata bendanya adalah Tuhan. Tuhan bukanlah nama ilah dari salah satu agama yang berada di Indonesia, baik agama dunia yang 6 yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu maupun agama-agama asli Indonesia seperti Kaharingan, Aluk, Marapu, Parmalim, dlsb.
Penghargaan atas kemanusiaan bangsa Indonesia apapun suku, agama, jenis kelaminnya, secara adil dan beradab merupakan penerapan kesetaraan manusia. Persatuan Indonesia yang memperlakukan semua suku bersama-sama ikut membentuk satu kesatuan Indonesia, bukan satu suku saja. Keterbukaan bagi semua warga bangsa ikut berpartisipasi dalam kehidupan demokrasi untuk memilih dan dipilih. Dan terakhir hak untuk mendapatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan bagi yang tertentu saja.
Itulah dasar kehidupan bersama kita yang dijamin dalam UUD yang disahkan tanggal 18 Austus 1945 itu. Jadi masalah ilah dalam kerajaan Daud telah diselesaikan dengan sila Ketuhanan yang maha esa. Lalu masalah perbedaan antar manusia dalam masa imam-iman, juga telah diselesaikan dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Fenomena Dr. J. Leimena yang Ambon dan Kristen menjadi Pejabat Presiden RI sebanyak beberapa kali hanya dimungkinkan oleh UUD 1945 itu. Itu adalah bukti sejarah dari nilai-nilai kesetaraan kemanusiaan Indonesia, sesuatu yang dilalukan Gerakan Yesus. Semua yang diperjuangkan Yesus Kristus sudah terpenuhi dalam negara Indonesia itu. Indonesia seperti itu saya selalu katakan sudah sesuai dengan Gerakan Yesus, tanpa harus menjadikannya negara Kristen.
Pemahaman saya atas Gerakan Yesus itu berdasarkan pendekatan yang saya sebut What Jesus is (Apa Yesus itu), bukan Who Jesus is (Siapa Yesus itu). Kalau kita bicara tentang Who Jesus is, maka perdebatan akan berpusat pada Apakah Yesus itu manusia atau ilah, atau manusia-ilahi, atau ilah-manusiawi, dsbnya. Yang pasti dia seorang Yahudi, bukan Indonesia sehingga kita akan jadi Keyahudi-keyahudian. Akan tetapi kalau kita melihatnya dari sisi What Jesus is, artinya apa yang Yesus lakukan, perhatikan dan layani, maka kita tidak memiliki hambatan menghubungkan Yesus seperti itu dengan Indonesia seperti yang sebutkan diatas.
Kekristenan kita yang memahami Yesus yang demikian itu adalah Kristen Indonesia karena yang terjadi pada tanggal 17 dan 18 Agustus 1945 bagi saya itu peristiwa teologik dalam pengertian apa yang Yesus lakukan telah terwujud dalam rumusan-rumusan kemerdekaan dan UUD 1945 secara nyata. Itu hanya bisa terjadi karena ada sesuatu diatas kemanusiaan yang memungkinkannya. Bagi saya pemahaman teologi Kristen Indonesia haruslah dimulai dari peristiwa itu supaya menjadi teologi yang kontekstual, bukan teologi dari Barat atau bagian dunia lainnya.
Karena hal itu satu peristiwa teologik, maka misiologi Kekristenan di Indonesia adalah mewujudkan cita-cita bernegara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan mengawasi perwujudannya baik oleh pemerintah maupun oleh siapa saja itu agar negara ini tidak menyimpang ke kiri atau ke kanan, ke atas atau ke bawah. Itu seharusnya yang dilakukan DGI tahun 1950. Kalau sudah begitu tidak perlu diragukan lagi bahwa orang Kristen Indonesia akan mendukung NKRI dan tidak akan menjadi kelompok separatis. [NI]
[1] Disampaikan dalam Nusantara Institute Webinar Series #3 pada hari Sabtu, 8 Mei 2021 pukul 15.30 – 17.30. Moderator: Sumanto Al Qurtuby (Direktur Nusantara Institute & Dosen King Fahd University, Arab Saudi).
[3] Sumber informasi untuk bagian ini terutama dari Robert B. Coote, Demi Membela Revolusi: Sejarah Elohist: Diterjemahkan oleh Jessica Christiana Pattinasaranny. Kata Pengantar oleh John Titaley. Salatiga-Jakarta: UKSW-BPK Gunung Mulia, 2011; Poly Coote and Robert B. Coote. Kuasa, Politik dan Proses Pembuatan Alkitab: Suatu Pengantar. Jakarta: BK Gunung Mulia, 2004; Robert B. Coote, dan David Robert Ord. Sejarah Pertama Alkitab: Dari Eden hingga Kerajaan Daud Berdasarkan Sumber Y. Diterjemahkan oleh Nico Likumahuwa, Donna Hattu. Kata Pengantar oleh John Titaley. Jakarta-Salatiga: BPK GM-UKSW, 2016. Pada Robert B. Coote dan David Robert Ord, Pada Mulanya: Penciptaan dan Sejarah Keimaman. Diterjemahkan oleh Jessica Christiana Pattinasaranny. Kata Pengantar oleh John Titaley. Salatiga-Jakarta: UKSW-BPK Gunung Mulia, 2011; Robert B. Coote, Sejarah Deuteronomistik: Kedaulatan Dinasti Daud atas Wilayah Kesukuan Israel. Diterjemahkan oleh Donna Hattu. Kata Pengantar oleh John Titaley. Jakarta-Salatiga: BPK GM-UKSW, 2016; Norman K.
Gottwald, The Tribes of Jahweh: A Sociology of the Religion of Liberated Israel, 1250 – 1050 B.C.E. Maryknoll-New York: Orbis Books, 1979; Norman K. Gottwald The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction. Philadelphia: Fortress Press, 1985.
[4] Bagian ini terutama diambil dari buku Obery Hendricks Jr., The Politics of Jesus: Rediscovering the True Revolutionary Nature of Jesus’ Teachings and How They Have Been Corrupted (New York: Three Leaves Press, 2017); John Shellby Spong, The Sins of Scripture: Exposing the Bible’s Texts of Hate to Reveal the God of Love. (New York: HarperSanFrancisco, 2006); C.K. Barrett, ‘The Development of Theology in the New Testament’ in Lo Lung-kwong (ed), Jesus, Paul and John, Chuen King Lecture Series I (Hong Kong: Theology Division, Chun Chi College, Chinese University of Hong Kong, 1999), 49. Dari 27 kitab dalam PB, ditemukan 5 kitab yang berhubungan dengan satu nama, yaitu nama Yohanes. Kelima kitab tersebut adalah (1) injil, (3) surat dan (1) apokalipsi. Dari kelima kitab ini, hanya Wahyu sajalah yang secara resmi mencantumkan nama Yohanes. Sekali pun para ahli belum sepakat tentang kepengarangan kelima kitab itu, yaitu Yohanes murid Yesus atau seorang tua-tua, serta Yohanes yang lainnya, namun dalam satu hal mereka sepakat, yaitu bahwa para pengarang kelima kitab tersebut berasal dari satu aliran, yang disebut Yohanin, yaitu kelompok yang memahami Kekristenan dengan satu nama, yaitu Yohanes. Barrett bahkan berani mengatakan bahwa kelima kitab itu ditulis oleh empat pengarang, yaitu seorang pengarang kitab wahyu, seorang lain pengarang injil, seorang berikutnya pengarang 1 Yohanes dan orang keempat pengarang in2 dan 3 Yohanes; William Barclay, The Gospel of John Volume 1 (Edinburgh: The Saint Andrew Press, 1974).
[5] Ada Yakobus yang menulis lebih dulu dari Paulus, yaitu sekitar tahun 30 ZB. Tetapi tidak ditemukan Kristologinya dalam surat tersebut.
[6] Bagian ini ditulis dengan acuan dari buku berikut. Saafroedin Bahar, Ananda B. Kusuma dan Nannie Hudawati (Panitia Penyunting). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK) – Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPK) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945, dengan Kata Pengantar oleh Taufik Abdullah (Jakarta: Sekretariat Negara R.I., 1998), 538. Cf. Mohammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang dasar 1945, (Djakarta: Jajasan Prapantja, 1959). Mohammad Hatta, H.A. Subardjo Djoyoadisuryo, Alex Andries Maramis, Sunarjo, Abdoel Gafar Pringgodigdo. “Panitia 5” Menjawab: Naskah Uraian Pancasila. (Unpublished Document). Moh. Tolchah Mansoer, Teks Resmi dan Beberapa Soal tentang UUD 194, (Bandung: Alumni, 1977). Z. Yasni, Bung Hatta Menjawab: Wawancara Dr. Mohammad Hatta dengan Dr. Z. Yasni (Jakarta: Gunung Agung, 1980), 130-146. Lihat juga Mohammad Hatta, Memoir (Jakarta: Tintamas Indonesia, 1979).