Beranda Publikasi Kolom In Memoriam Prie GS: Selamat Jalan Sastrawan-Sufi yang Humoris

In Memoriam Prie GS: Selamat Jalan Sastrawan-Sufi yang Humoris

1464
0

Oleh: Sumanto Al Qurtuby (Direktur Nusantara Institute)

Betapa kagetnya hari ini saya membaca berbagai kabar berita tentang wafatnya Mas Prie GS yang konon diakibatkan oleh serangan jantung atau asam lambung. Budayawan kondang Semarang ini adalah seorang figur publik yang tergolong langka di Indonesia.

Lahir di Kendal, Jawa Tengah, Pries GS yang biasa saya sapa Mas Prie ini adalah seorang figur yang multitalenta: penulis, novelis, penyair, pembicara publik, kartunis, jurnalis, guru, motivator, dan host di berbagai stasiun televisi dan radio. Semua dijalaninya dengan maksimal dan tanggung jawab.

Sebagai penulis novel atau cerpen, tulisan-tulisan Mas Prie mengalir deras. Pembaca akan diajak untuk berkelana dan hanyut dalam kisah-kisah yang ia narasikan. Saya tidak tahu sudah berapa buku novel / cerpen yang ia tulis.

Sebagai kolumnis di berbagai media massa, tulisan-tulisan Mas Prie juga genial. Ia mengulas berbagai isu ringan yang terjadi di masyarakat dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh aneka pembaca dari berbagai latar belakang pendidikan dan kelas sosial.

Sebagai kartunis, Mas Prie mampu menggambarkan atau “mengartunkan” berbagai isu sosial dengan lihainya. Karikatur-karikaturnya sangat kritis tapi dikemas dalam canda.

Mas Prie juga seorang pembicara publik yang piawai. Setiap kali ia “manggung”, audiens – dari berbagai latar belakang pendidikan, usia, profesi, dan kelas sosial – pasti terbahak-bahak. Bukan Mas Prie namanya kalau tidak mampu membuat audiens yang awalnya “tegang” dan “sepaneng” seperti tiang listrik kemudian berubah menjadi terkekeh-kekeh.

Mas Prie memang mempunyai keterampilan prima dan kemampuan diatas rata-rata untuk mengkritik orang – pejabat, aparat, dosen, pengusaha, tokoh masyarakat dan lainnya – dengan canda dan humor sehingga membuat orang yang dikritiknya “tersenyum kecut”.

Tidak banyak pembicara publik yang memiliki kemampuan manggung dan orasi seperti Mas Prie.

Ia bukan tipe pembicara publik layaknya para pengkhotbah yang gemar ceramah dengan nada tinggi atau suara keras bengak-bengok yang memekikkan telinga.

Ia bukan tipe pemceramah yang mengumbar sumpah-serapah dan kata-kata kasar serta provokasi kebencian dan intoleransi pada kelompok dan umat lain.

Ia bukan tipe penceramah yang bicara “ndakik-ndakik” penuh dengan teori-teori akademis yang hambar dan kaku-njeku sehingga membuat para audiens mengerutkan kening karena nggak paham.

Ia bukan tipe pembicara loyo yang “ndremimil” atau “nggerendem” kalau ceramah sehingga membuat audiens sepi senyap karena pulas tertidur atau minimal “angop-angop” ngantuk.

Mas Prie berceramah dengan suara datar dan bahasa sederhana tapi kritis-reflektif, dan yang lebih penting lagi humoris. Ibarat masakan tanpa bumbu, ceramah tanpa humor juga hambar. Tak ada rasa.

Disinilah kepiawaian Mas Prie. Ia mampu “menghumorkan” kasus, peristiwa, atau isu sosial apa saja sehingga membuat audiens selalu tergelak tawa. Ia mampu mengutak-atik sebuah fenomena sosial di masyarakat dari perspektif atau sudut pandang lain yang tak jarang membuat pemirsa cekikikan.

Tanpa bermaksud menyederhanakan masalah, Mas Prie mampu mengolah masalah pelik sehingga tampak simpel dan mudah dicerna oleh orang lain, tidak “mbulet” seperti rambut wewe. Ini adalah salah satu ciri orang cerdas dan berkelas.

Karena kepiawaian inilah maka tak mengherankan jika jadwal acara manggungnya – baik “on air” maupun “off air” – super duper padat. Berbagai instansi – kampus, perusahaan, instansi pemerintah, ormas dlsb – serta perkumpulan – termasuk perkumpulan RT sekalipun – pernah mengundangnya yang ia terima dengan senang hati.

Berbeda dengan pembicara atau penceramah seleb yang sering pilah-pilih lembaga yang mengundang serta mematok tinggi honorarium, Mas Prie tidak. Mas Prie sendiri juga membuka kelas “public speaking” dan “kelas motivasi” untuk mendorong generasi muda maupun tua yang tidak “pede” dalam berceramah atau “lunglai” dalam menghadapi kehidupan.

***

Diluar profesinya sebagai penulis, kartunis, dan pembicara publik yang beken, Mas Prie adalah sosok yang sangat sederhana. Hal itu jelas terlihat dari bentuk rumah, pakaian, dan kehidupan sehari-harinya.

Mas Prie juga figur yang sangat menghormati para kiai/ulama sepuh yang berakhlak mulia seperti Gus Mus, Habib Lutfi, mendiang Gus Dur, dan lainnya. Mas Prie memang berteman baik dengan Gus Mus. Kehidupannya yang sangat bersahaja dan memiliki komitmen moralitas yang tinggi itu, maka tak berlebihan kalau Mas Prie saya sebut sebagai “sastrawan-sufi”.

Saya sendiri sudah cukup lama mengenal Mas Prie, tepatnya sejak kuliah S1 di IAIN (sekarang UIN) Walisongo, Semarang, pada tahun 1990an. Waktu itu saya adalah seorang aktivis-jurnalis kampus dan sempat beberapa periode menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Justisia di Fakultas Syariah. Saat saya masih mahasiswa, Mas Prie sudah menjadi idola, baik sebagai penulis, kartunis, maupun penceramah. Sebagai wartawan kampus, beberapa kali saya mengundang Mas Prie yang waktu itu bekerja di koran Suara Merdeka untuk mengisi acara workshop jurnalistik dan pelatihan menulis bagi mahasiswa.

Sejak itu kami berteman baik, baik di dunia nyata maupun “dunia maya”. Mas Prie memang tergolong “aktivis Facebook” yang rajin “nyetatus” (membuat status). Sebagai teman, kami sudah terbiasa “saling menggojlok”. Saya sering komen “nyelekit” kepadanya. Begitu pula sebaliknya. Tapi dengan nada humor dan tanpa marah sedikitpun karena kami sama-sama humoris dan pencinta “humor sufi”.

Sejak menyelesaikan studi doktoral di Amerika, saya dan Mas Prie beberapa kali “manggung” bareng di acara seminar, baik di kampus maupun bukan. Saat saya liburan di Indonesia, Mas Prie sendiri beberapa kali mengundang saya ke rumahnya untuk mengisi acara diskusi. Rumahnya yang penuh dengan “cemilan” makanan memang didesain untuk tempat lesehan diskusi santai dengan masyarakat.

Sungguh sangat sedih dan merasa kehilangan sekali membaca berita mendadak wafatnya seorang senior dan sahabat yang sangat baik sekali semasa hidupnya.

Selamat jalan menuju alam keabadian Mas Prie–sastrawan sufi nan humoris. Saya akan terus mengenangmu, mengenang humor-humor cerdasmu, mengenang ide-ide brilianmu, dan melanjutkan kritik-kritik cemerlangmu.

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini