Beranda Publikasi Kolom Ruwat Bumi Guci di Kaki Gunung Slamet

Ruwat Bumi Guci di Kaki Gunung Slamet

62
0
Foto: itsma (tegalterkini.id)

Mukhamad Hamid Samiaji (Pegiat Budaya di Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto)

Ruwat Bumi merupakan sebuah tradisi budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi di Desa Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Kata “Ruwat” berasal dari Bahasa Jawa yang artinya menjaga atau melestarikan, sedangkan “Bumi” itu sendiri merupakan tempat hidup manusia. Jadi dapat diartikan bahwa Ruwat Bumi adalah tradisi sakral untuk melestarikan dan menjaga apa yang telah bumi berikan kepada manusia.

Ruwatan Bumi lahir dari sejarah panjang di Desa Guci. Sejarah tradisi ruwatan ini sama dengan awal mula terbentuknya sebuah desa bernama Guci. Konon, ada seorang raden dari kerajaan Demak bernama Aryo Wiryo yang mengembara hingga ke lereng utara Gunung Selamet. Dialah orang pertama yang membuka lahan desa tersebut, sehingga banyak orang datang dan meminta untuk dijadikan murid.

Saat itu, desa tersebut diberi nama Desa Keputihan yang berarti kota suci tanpa dosa. Sebab, pada masa lampau, desa ini dianut oleh masyarakat Hindu-Budha. Namun, sejak kedatangan Raden Aryo, seluruh masyarakatnya berbondong-bondong memeluk agama Islam.

***

Pada awal terbentuknya cerita oleh Tradisi Ruwatan Bumi pada tahun 1966, saat itu di Tradisi Ruwatan Bumi pada tahun 1966, saat itu di Raden Aryo yang pada saat itu masih mendalami ilmu agama Islam bermaksud untuk menjadi muridnya dan mengajak para pengikutnya untuk memperdalam agama Islam di Tengah wabah yang sedang menimpa desa putih tersebut. Pada saat itu Kyai Eyang Sutajaya sedang berada di desa ini mengajak Raden Aryo beserta para pengikutnya untuk berdoa kepada Tuhan dengan menggunakan kata selamat.

Sebagai simbol dari doa bersama tersebut, maka dilakukanlah prosesi mempersembahkan hasil bumi berupa pala pandemik (ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan), Menggantung pala dalam bentuk buah – buahan dan sayur-sayuran, hasil bumi tersebut diperlihatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi tersebut. Dipersembahkan pula kepada para leluhur yang dahulu ada di desa putih ini.

Desa Guci konon katanya punya sejarah tersendiri. Yakni, seseorang yang diyakini sebagai Syech Syarif Hidayatullah datang ke desa ini dengan membawa sebuah kendi besar berisi air suci untuk menyembuhkan penyakit kulit. Ia menitipkan kendi tersebut kepada muridnya, Kyai Elang Sutajaya, yang kemudian meletakkan kendi tersebut di sudut lereng di kaki Gunung Selamet. Saat itulah desa ini diberi nama Desa Guci.

Tujuan utama dari kegiatan Ruwat Bumi ini adalah sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah SWT berupa kekayaan alam yang dimiliki oleh Kabupaten Tegal, khususnya di Desa Guci dan Dukuh Pekandangan. Sebagai bentuk memohon perlindungan agar terhindar dari marabahaya atau malapetaka, serta sebagai bentuk melestarikan adat istiadat leluhur.

***

Ruwat Bumi sebagai sebuah upacara adat merupakan usaha untuk melestarikan budaya yang diwariskan oleh para leluhur, meskipun dalam era globalisasi yang berkembang saat ini, sehingga kekayaan budaya tersebut masih dapat dinikmati oleh generasi penerus.

Dalam tradisi ini penghormatan yang dimaksud yaitu penghormatan berupa ucapan terima kasih kepada para leluhur yang telah memberikan rasa kebahagian, kesejahteraan berupa pemberian sesajen, tumpeng, gunungan, dan lainya. Penyembahan dan penghormatan kepada leluhur adalah nilai luhur yang harus dipegang oleh masyarakat, dengan harapan bisa menjalani hidup ke jalan yang lebih baik dan Sejahtera.

Kesembuhan antara alam dan manusia akan menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. Alam akan memberikan apa yang dibutuhkan manusia jika manusia itu bisa menjaga dan menghormatinya dengan baik. Dalam tradisi Ruwat Bumi peranan manusia antara alam dan manusia memiliki hubungan timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Selain penghormatan terhadap leluhur, Ruwat Bumi juga memiliki makna dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia, alam.

Dalam tradisi ini, masyarakat mengakui bahwa mereka adalah bagian dari alam semesta yang lebih luas, dan hubungan mereka dengan alam harus dijaga agar tetap harmonis. Upacara Ruwat Bumi melibatkan serangkaian persembahan kepada alam, seperti air, beras, bunga, dan sayuran serta kambing hitam dan lainnya.

Hal ini mencerminkan kepercayaan bahwa dengan memberikan persembahan kepada alam, manusia dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam kehidupan mereka serta memperoleh berkah dan keberuntungan. Mewujudkan keterkaitan yang seimbang antara manusia dan lingkungan dapat tercapai dengan merawat serta menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.

***

Di Bali, umat Hindu telah berhasil menjaga hubungan yang harmonis ini melalui pelaksanaan upacara-upacara seperti tumpek uduh yang merupakan bentuk penghormatan terhadap alam sebagai penyedia bahan pangan, tumpek kandang yang bertujuan untuk melestarikan dan memberikan perlindungan pada hewan, serta upacara yang dilakukan untuk membersihkan dan mencapai harmoni dalam alam semesta.

Nilai dan norma yang terkandung dalam tradisi Ruwat Bumi tidak jauh dari apa yang telah Tuhan berikan untuk keberlangsungan umat manusia. Hubungan. Dengan demikian, Ruwat Bumi memiliki makna yang mendalam dalam menjaga keseimbangan kehidupan antara alam dunia dan alam ghoib. Upacara ini tidak hanya merupakan bentuk penghormatan terhadap Tuhan, tetapi juga mengajarkan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dan alam dunia untuk menjaga kesuburan dan kehamilan.

Upacara Ruwat Bumi di Desa Guci ini juga berperan penting dalam memperkuat solidaritas dan kebersamaan di antara anggota masyarakat. seluruh komunitas, baik yang muda maupun yang tua, berpartisipasi aktif dalam melaksanakan dan merayakan tradisi ini.

Hal ini memberikan pengaruh positif yang nyata dalam memperkuat rasa persatuan dan saling ketergantungan di antara mereka. Upacara Ruwat Bumi di Desa Guci melibatkan seluruh anggota masyarakat dari berbagai generasi untuk secara aktif terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan upacara tersebut. Mereka bekerja sama dalam menyiapkan perlengkapan, makanan, mengatur, dan melakukan serangkaian ritual.

Partisipasi aktif ini membangun kerjasama dan solidaritas di antara mereka, karena mereka saling mendukung dan bergantung pada satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, upacara Ruwat Bumi juga menjadi momen bagi anggota masyarakat Desa Guci untuk bertemu dan berinteraksi secara langsung. Selama persiapan dan pelaksanaan upacara, mereka berkomunikasi, berbagi pengetahuan, dan saling membantu. Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan antarpribadi, tetapi juga memperdalam ikatan sosial di antara mereka.

Interaksi sosial ini juga mencakup pertukaran cerita, pemahaman bersama, dan pengembangan rasa saling pengertian dan empati di antara generasi yang berbeda. Melalui partisipasi dalam Ruwat Bumi, anggota masyarakat Desa Guci merasakan kehadiran yang kuat terhadap identitas kolektif mereka. Upacara ini menjadi simbol kebersamaan, kebanggaan, dan penghormatan terhadap leluhur dan warisan budaya mereka.

Dengan merayakan tradisi ini secara bersama-sama, mereka membangun rasa persatuan sebagai satu komunitas yang berbagi nilai-nilai, tujuan, dan identitas yang sama. Ruwat Bumi juga memperkuat rasa saling ketergantungan di antara anggota masyarakat Desa Guci.

Selama pelaksanaan upacara, mereka menyadari bahwa keberhasilan dan berkah acara ini bergantung pada kontribusi setiap individu. Mereka menyadari bahwa upaya bersama adalah kunci keberhasilan, dan setiap orang memiliki peran yang penting untuk menjaga kelestarian tradisi ini. Kesadaran akan saling ketergantungan ini menciptakan ikatan yang lebih kuat di antara mereka.

***

Nilai dan norma memiliki dampak yang signifikan terhadap tradisi Ruwat Bumi di Desa Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Nilai-nilai spiritual, diberikan terhadap alam, solidaritas, pelestarian budaya, dan rasa saling ketergantungan menjadi landasan yang kuat dalam menjaga serta merayakan tradisi ini. Melalui partisipasi aktif dari seluruh komunitas, baik yang percaya maupun yang tua, upacara Ruwat Bumi memperkuat rasa persatuan dan memperdalam ikatan sosial antara anggota warga Desa Guci.

Tradisi ini telah menjadi simbol kebersamaan, kebanggaan, dan penghormatan terhadap leluhur dan warisan budaya mereka. Sebagai suatu komunitas yang menyebarkan nilai- nilai, tujuan, serta identitas yang sama, anggota rakyat Desa Guci menjaga serta meneruskan tradisi Ruwat Bumi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari asal kehidupan bermasyarakat mereka.

Referensi

Aminudina, Haikal, dkk. 2023. Pengaruh Nilai dan Norma Terhadap Tradisi Ruwat Bumi di Desa Guci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Jurnal Akademi Ilmu Sosial dan Kewarganegaraan Global 3 (2): 14-23

Setiawan, Fajar Aditiya, et.al. 2022. “The Symbolic Meaning of Ruwatan Bumi for Youth as Successors of Tradition in Guci, Tegal. Journal of Education Social Studies 11 (2): 78-85

Nusantara Institute
Tim Redaksi

Nusantara Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Yayasan Budaya Nusantara Indonesia yang berfokus di bidang studi, kajian, riset ilmiah, publikasi, scholarship, fellowship, dan pengembangan akademik tentang ke-Nusantara-an.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini